REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusuhan yang terjadi di Tolikara menimbulkan kekecewaan dari banyak pihak. Hal itu kemudian menimbulkan tanda tanya mengenai kinerja Badan Intelijen Negara (BIN).
Pengamat Intelijen Universitas Indonesia, Wawan Purwanto tidak heran jika kemudian banyak pihak yang mempertanyakan kinerja BIN. "Kewenangan BIN kini berbeda," katanya dalam Diskusi Publik "Di Balik Kerusuhan Tolikara-Ancaman Keutuhan NKRI" yang digelar di Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Center, Jakarta Selatan, Rabu (29/7).
Sebelum era reformasi, lanjut Wawan, BIN memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan intelijen serta melakukan eksekusi. Namun, setelah era reformasi, terdapat perubahan pada kewenangan BIN.
"Kini, kewenangan BIN menjadi lebih sempit," ujar dia. Menurut Wawan, kewenangan BIN saat ini hanyalah sebagai pendukung kebutuhan informasi intelijen. Setelah reformasi, kewenangan untuk melakukan eksekusi berada di bawah Kemnterian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Peraturan itu terangkum dalam Undang-Undang (UU). "Peraturan ini membelenggu kinerja BIN," ucapnya. Jika memang masyarakat menginginkan BIN dapat melakukan eksekusi dan tidak hanya menjadi pendukung informasi intelijen, maka, lanjut Wawan, perlu dilakukan revisi terhadap UU yang mengatur kewenangan BIN.