Kamis 30 Jul 2015 02:00 WIB

PBNU Usulkan Kurikulum Antikorupsi Diajarkan di Pesantren

Logo Muktamar NU ke-33
Foto: NU
Logo Muktamar NU ke-33

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Ishomuddin mengatakan akan mengusulkan kurikulum antikorupsi pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 untuk diajarkan di kalangan pesantren.

"Kami akan usulkan (kurikulum antikorupsi) untuk disampaikan di Muktamar nanti," kata Ishomuddin di Yogyakarta, Rabu (29/7).

Menurut dia, kurikulum tersebut penting sebab alim ulama dan pondok pesantren wajib menjadi teladan dan penjaga moral melalui penguatan. pendidikan nilai-nilai dan perilaku antikorupsi. Menurut dia, selama ini tidak banyak kalangan kiai yang menyadari bahwa pemberian atau sumbangan seseorang yang berkunjung ke pesantren bisa jadi berupa pencucian uang atau risywah atau suap.

"Namun demikian dalam kasus tertentu ada yang masih menganggap pemberian seseorang tersebut hadiah bukan risywah," kata Ishomuddin.

Dia mencontohkan, dalam pelaksanaan pilkada kerap seorang calon berdatangan mengunjungi pesantren dengan maksud meminta restu. Dalam kesempatan itu, menurut dia, tidak jarang disertai dengan pemberian sesuatu yang memiliki kemungkinan risywah atau suap.

Sebab itu, ia juga mengingatkan kepada para kiai untuk tidak mudah menerima suatu pemberian dari orang lain, apabila perlu dapat menanyakan terlebih dahulu apa dan dari mana barang pemebrian itu berasal.

Menurut dosen ilmu hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Hifzil Alim pengetahuan khusus mengenai korupsi serta pencucian uang perlu diterapkan di kalangan pesantren dengan mengacu hukum agama dan hukum positif.

Sebab, menurut pegiat antikorupsi itu, sesuai hasil riset yang dilakukan masih banyak para kiai yang belum betul-betul memahami korupsi serta pencucian uang dari sisi hukum positif. "Pokoknya asal nyumbang ke pesantren masuk surga. Padahal kalau sumbangannya ternyata tidak bersih, penegak hukum bisa masuk," kata Hifdzil.

Sementara itu, Koordinator Seknas Jaringan Gusdurian Alisa Wahid mengatakan selama ini kegiatan Bahtsul masail atau majelis yang membahas berbagai masalah tentang berbagai hukum keagamaan di kalangan pesantren masih belum mendalam soal korupsi.

Pembahasan mengenai korupsi, kata dia, rata-rata umum menyangkut ghulul (penggelapan), risywah (penyuapan), serta sariqah (pencurian).

"Belum secara khusus membahas "money laundering" (pencucian uang)," kata puteri sulung mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini.

(T.L007/B/T

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement