REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Dubai Islamic Bank (DIB) kabarnya akan memberikan saran kepada Pakistan untuk menjual 40 persen sahamnya ke Kot Addu Power Company (Kapco). Saran tersebut dipicu oleh kebangkitan ekonomi negara tersebut yang mengacu pada rekor kenaikan indeks pasar pada bulan ini.
Menurut The Express Tribune, bank pemberi pinjaman syariah terbesar di Uni Emirat Arab ini akan memimpin kelompok penasehat. Dimana kelompok tersebut terdiri dari beberapa pihak, diantaranya Deloitte, Lummus Consultants International, dan Mohsin Tayebaly and Company.
Dalam beberapa dekade lalu Pakistan sedang bergolak akibat ketidakstabilan politik dan kekerasan. Namun pada beberapa tahun terakhir ini ekonomi Pakistan sedang dalam masa perbaikan setelah mendapatkan dana talanngan pinjaman dari IMF pada tahun 2013 sebesar 6.6 miliar dolar Amerika. Hal itu menyebabkan dilakukannya serangkaian penjualan aset negara yang mendukung cadangan devisa Pakistan dan menurunkan inflasi.
Pakistan yang merupakan importir energi bersih juga mendapatkan keuntungan atas jatuhnya harga minyak dan rencana investasi sebesar 46 miliar dolar Amerika untuk membangun infrastruktur transportasi membuat kedua negara tersebut memiliki kedekatan hubungan bilateral.
Pada pekan lalu indeks saham yang mengacu pada Karachi mencapai rekor tinggi, dan IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Pakistan pada tahun ini sebesar 4,7 persen. Angka itu melampaui persentase estimasi pertumbuhan global IMF yang sebesar 3,3 persen pada tahun ini.
Seorang analis dari Foundation Securities di Karachi Fahad Irfan mengatakan penyebab pengerahan pasar saham tersebut karena peningkatan ekonomi, meningkatnya cadangan devisa negara serta penurunan harga minyak.
Dia memperkirakan penjualan saham sebanyak 40 persen dari Islamabad ke Kapco diperkirakan akan bernilai sekitar 300 juta dolar Amerika. Penjualan itu memungkinkan untuk menarik investor asing. Sementara itu karena harga minyak sedang mengalami penurunan lebih dari 50 persen selama tahun lalu, bank UEA ini tertarik untuk memperluas ekspansi mereka di pasar negara-negara berkembang seperti Pakistan dan India di tengah melambatnya partumbuhan ekonomi negara-negara tersebut.