REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia menggunakan hak vetonya terhadap resolusi PBB terkait pengadilan internasional untuk mengadili mereka yang menembak jatuh pesawat Malaysia MH17 di Ukraina Timur pada 2014. Rusia menuduh peradilan tersebut sebagai upaya Ukraina menghambat Rusia ikut dalam penyelidikan.
Dilansir Aljazirah, suara "tidak" disampaikan pada Rabu (29/7), oleh duta besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin. Suara "tidak" yang dinyatakan Rusia secara efektif memblokir resolusi. Seperti diketahui, Rusia merupakan satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto.
Sebelas dari 15 anggota dewan memberikan dukungan pada resolusi. Resolusi disusun oleh Australia, Belgia, Malaysia, Belanda, dan Ukraina. Sementara Cina, Venezuela, dan Angola menyatakan abstain.
Dalam pernyataan setelah pemungutan suara, Churkin menuduh negara-negara lain mempolitisasi pemungutan suara. Ia juga menuduh Ukraina memblokir Moskow untuk terlibat dalam penyelidikan.
Satu jam sebelum pemungutan suara untuk resolusi yang didukung Malaysia, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan menentang rencana tersebut. Ukraina dan banyak negara Barat selama ini menuduh separatis pro-Rusia menembak jatuh pesawat dengan rudal buatan Rusia. Namun, hal itu dibantah Moskow.
Menteri Luar Negeri Belanda, Albert Koenders mengatakan, ia merasa tak mengerti bahwa anggota Dewan Keamanan akan menghalangi keadilan dengan menggagalkan pembentukan pengadilan.
"Rusia telah terbukti tidak mau melompati bayangan sendiri," katanya, saat konferensi pers dengan menteri luar negeri lainnya.
Dalam pernyataannya sebelum pemungutan suara, Menteri Transportasi Malaysia Dato Sri Liow Tiong Lai mengatakan, PBB berutang kepada keluarga korban. "Kami ingin memastikan bahwa senjata keadilan akan mencapai mereka dan tidak akan ada impunitas," katanya.