REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan digelar tahun ini, beberapa mantan narapidana ikut mencalonkan diri. Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai pencalonan kepala daerah tersebut sebagai bentuk kemunduran demokrasi.
Koordinator Bidang Korupsi Politik ICW Donal Fariz menyayangkan partai politik mencalonkan sejumlah nama yang pernah tersangkut kasus korupsi. Menurutnya, hal tersebut memperlihatkan parpol tak memiliki calon yang mumpuni.
"Ini kemunduran demokrasi. Masa iya nggak ada calon yang lebih baik lagi," kata Donal kepada ROL, Kamis (30/7).
Menurutnya parpol hanya mengandalkan alasan klasik yakni setiap manusia pasti bisa berubah setelah melakukan kesalahan di masa lalu. Padahal ia meyakini masih ada calon lain yang bisa diusung tanpa rekam jejak pidana.
Ia mengatakan parpol seharusnya bisa memilih calon sebaik mungkin. Bukan hanya mementingkan kemenangan padahal calon yang diusung bukan yang terbaik.
Mantan napi bisa ikut pilkada setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan tersebut. MK menegaskan mantan napi bisa mencalonkan diri tanpa harus menunggu lima tahun pascabebas. Syaratnya, mereka harus menyertakan statusnya sebagai mantan narapidana.