REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mustasyar Nahdlatul Ulama (NU) Ma'ruf Amin menilai penjabat Rais 'Aam Syuriah merupakan sosok yang memiliki kedudukan sangat tinggi. Untuk menentukan sosok yang tepat, maka Rais 'Aam tidak boleh diperebutkan melainkan harus dicari orang memenuhi kriteria.
"Rais 'Aam tidak boleh diperebutkan. Harus dicari orang yang memenuhi kriteria," tegas Ma'ruf kepada ROL, Kamis (30/7).
Kiai Ma'ruf menjelaskan, Rais 'Aam bukan sekedar kepengurusan utama di NU. Rais 'Aam adalah maqom atau berarti kedudukan yang sangat tinggi. Ia menjelaskan, figur Rais 'Aam harus memiliki maqom itu shahibul maqom atau paling tidak mendekati kriteria.
Kiai Ma'ruf menjelaskan kriteria-kriteria yang harus dimiliki Rais 'Aam. Menurutnya, seorang Rais 'Aam harus faqih atau menguasai agama secara mendalam. Ini karena, Rais 'Aam adalah pemimpin tertinggi sekaligus pengarah NU.
"Kalau dia tidak faqih lalu dia mengarahkan dengan apa?" ungkapnya.
Kemudian, Rais 'Aam adalah organisatoris. NU, kata Kiai Ma'ruf, bukan perkumpulan yang mati melainkan sebuah organisasi besar. Oleh karena itu, NU memerlukan sosok nakhoda. "Ia (Rais 'Aam) mengerti tata laksana organisasi dan arah tujuan NU," ujarnya.
Rais 'Aam juga harus menjadi penggerak atau muharrik. NU sebagai gerakan ulama yang ingin memperbaiki umat dan negara memerlukan sosok penggerak. "Oleh karena itu Rais 'Aam harus menjadi dinamo agar semua unit di NU bergerak," kata Ma'ruf.
Kemudian, Rais 'Aam harus mutwarri' atau terjaga mulai dari pergaulan, perilaku, hingga perpolitikannya.
Kiai Ma'ruf mengatakan, untuk mencari tokoh yang memiliki kualifikasi itu tidak bisa diserahkan kepada pengurus wilayah dan cabang. Oleh karena itu, diperlukan ulama yang khusus dipilih untuk mencari sosok Rais 'Aam.
"Itulah yang lantas disebut sebagai mekanisme ahlul halli wal aqdi(Ahwa)," katanya.