REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir mengatakan calon kepala daerah harus memakai ijazah atau gelar yang sesuai, namun Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa membatalkan pencalonan kepala daerah yang diketahui memakai gelar palsu.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan yang bisa menggugurkan pencalonan kada tersebut apabila ijazah atau gelar tersebut masuk dalam ranah pidana.
"Dia tetap sah menjadi calon kada, tapi dia tidak sah mengunakan gelar itu, nanti ranah pidana yang bisa menbatalkan pencalonan," ujar Husni usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir di KPU Pusat, Jakarta, Kamis (30/7).
Menurutnya, KPU sendiri tidak mensyaratkan calon Kada harus berpendidikan tinggi namun hanya menyaratkan pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA). Sehingga, jika ijazah atau gelar calon kada tersebut palsu, maka akan menggunakan ijazah SMA tersebut.
"Ya diproses sebagaimana umum saja, karena untuk pendidikan tinggi tidak masuk persyaratan utama, yang jelas jika dianggap ijazah tidak sah maka yang bersangkutan tidak bisa menggunakan titlenya," ungkap mantan komisioner Sumatera Barat tersebut.
Sementara, maraknya gelar palsu membuat Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir merasa perlu untuk memeriksa pencalonan dalam Pilkada. Ia mengatakan Kemenristekdikti akan membuat tim untuk mengecek keabsahan gelar para calon kepala daerah (kada).
Dengan begitu, akan diketahui keabsahan gelar maupun ijazah para calon kada tersebut.
"Setelah nanti dari KPU (Komisi Pemilihan Umum ) pendaftaran udah semua, udah nyantumin gelar, semua gelar tersebut akan diverifikasi," ujar Nasir.