Jumat 31 Jul 2015 19:21 WIB

OC Kaligis Keukeuh Tolak Diperiksa KPK, Ini Alasannya

Tersangka kasus suap hakim PTUN Medan OC Kaligis memasuki gedung KPK untuk diperiksa di Jakarta, Rabu (15/7).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka kasus suap hakim PTUN Medan OC Kaligis memasuki gedung KPK untuk diperiksa di Jakarta, Rabu (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara senior Otto Cornelis Kaligis berkeras untuk menolak diperiksa KPK sebagai saksi maupun tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

"Apapun resikonya dia (Kaligis) menolak diperiksa baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka dan meminta kami tim lawyernya untuk mendesak agar berkas perkaranya segera dilimpahkan ke pengadilan," kata salah satu pengacara Kaligis, Johnson Panjaitan di gedung KPK Jakarta, Jumat (31/7).

Padahal hari ini KPK seharusnya memeriksa Kaligis sebagai tersangka dalam kasus ini. "Yang jelas kami berupaya memperjuangkan hak asasi dan mengoreksi prosedur, bukan berarti pokok perkara masuk terus persoalan yang kami 'complain' atau persoalkan itu gugur, ada mekanisme Komnas HAM juga," tambah Johnson.

Kaligis pun sudah dua kali menolak untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka M Yagari Bhastara alias Gerry yang juga anak buahnya pada Jumat (24/7) dan Selasa (28/7) karena mengaku sakit dan juga karena tidak mau diperiksa sebagai saksi sebab sudah menjadi tersangka.

"Tersangka itu diberikan hak ingkar, kalau mau mempercepat (proses) KPK yang mempercepat (proses). Hak dasar itu gak bisa ditekan dengan mengeluarkan pasal 22 atau 21 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) dan dikatakan menghambat proses penyidikan," jelas Johnson.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.

Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah OC Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni.

Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan. Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement