REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Adanya wacana dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dinilai bukan menjadi solusi terbaik untuk daerah dengan calon tunggal dalam Pilkada. Pakar Politik Populi Center Nico Harjanto menilai Perppu justru bisa memunculkan persoalan baru dalam Pilkada.
"Perppu ini bisa mengganggu proses pilkada, juga bisa memicu gugatan-gugatan dari daerah lain, ini kemudian bisa menimbulkan konflik baru juga," ujar Nico dalam diskusi Populi Center dan Smart FM Network dengan topik 'Siap atau Tidak Pilkada Tetap Serentak' di Menteng, Jakarta, Sabtu (1/3).
Ia menilai perlu solusi lain yang eksesnya tidak menimbulkan persoalan baru di Pilkada. Salah satunya perlu 'treatment' perlakuan khusus untuk daerah dengan calon tunggal tersebut.
Perlakuan khusus tersebut memang diperuntukkan kepada 13 daerah tersebut yang tentunya difasilitasi oleh pemerintah kepada partai politik yang merupakan faktor kuncinya.
"Baik Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) dan Kemenpolhukam (Kementerian Politik Hukum dan Keamanan) itu harus melakukan komunikasi intensif dengan pimpinan partai yang belum menngajukan paslon di 13 daerah tersebut," ujarnya.
Menurutnya pentingnya komunikasi intensif tersebut juga untuk mengetahui kendala yang membuat parpol enggan berpartisipasi dalam Pilkada di daerah tersebut."Apa karena memang takut kalah, atau memang tidak mempunyai niat yang baik untuk mendorong demokrasi di daerah," ungkapnya.
Ia juga kembali menegaskan parpol lah yang yang bertanggungjawab atas minimnya jumlah calon di 13 tersebut. Oleh karena itu, dibukanya pendaftaran kembali di 13 daerah tersebut harus dimanfaatkan parpol yang belum mengajukan pasangan calon.