REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta cepat melakukan langkah untuk meredam kericuhan di Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Tengah yang terjadi kemarin, Sabtu (1/8) merembet ke sektor lain. Pasalnya, dampak dari berhentinya produksi di area kerja EPC 1 dan EPC 5 kemarin mengancam target puncak lifting minyak menjadi molor.
Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, pemerintah harus terlibat, khususnya soal sistem pembayaran gaji karyawan. Menurut Marwan, terlepas apakah ada kaitan tentang kesenjangan gaji menjadi penyebab ricuh kemarin atau tidak, sudah saatnya pemerintah membuat standar gaji antara ekspatriat dan pekerja lokal yang sama dalam satu level jabatan.
“Kalau (gaji lokal) lebih rendah, sama saja merendahkan bangsa sendiri,” kata Marwan dihubungi, Ahad (2/8).
Tidak berbeda dengan Marwan, pengamat energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, konflik antara manajemen dengan karyawan subkontrak di Cepu bisa jadi dipicu akumulasi kekecewaan karyawan.
Sementara itu, terkait pengaruh kericuhan di Cepu terhadap lifting minyak, keduanya yakin tidak akan berpengaruh signifikan jika pemerintah segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Menurut Pri, jika dua area produksi yang berhenti saat ini segera beroperasi kembali maka penurunan liftingnya tidak akan signifikan.
“Tetapi kalau kemudian kerusuhan itu tidak bisa segera ditangani dan kemudian merambat pada penyelesaian proyek, maka artinya puncak produksi bisa mundur lagi,” kata Pri.