REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musim kemarau meningkatkan potensi rawan kebakaran terutama di daerah pemukiman padat penduduk dengan bangunan semi permanen.
"Kalau untuk iklim seperti kemarau ini, intensitas kebakaran jadi lebih tinggi," kata Kepala Regu Bidang Keselamatan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat Puryantoro saat dihubungi dari Jakarta, Ahad (2/8).
Menurut Puryantoro, rata-rata penyebab kebakaran di pemukiman padat penduduk adalah korsleting atau hubungan arus pendek.
"Paling sering kami hadapi bahaya korslet listrik. Daerah hunian padat memiliki berbagai macam karakter bangunan, cara penyambungan listrik juga biasanya tumpang tindih yang rentan terjadinya korslet," jelas Puryantoro.
"Di daerah hunian padat biasanya di badan jalan ada jemuran, gerobak, dan lainnya yang menghambar petugas. Belum lagi harus menghadapi emosi masyarakat. Petugas semakin sulit menjangkau ke TKP karena kerumunan massa yang menonton," tutur Puryantoro.
Selain itu, lanjutnya, sumber air pun kerap sulit ditemukan di daerah pemukiman padat. "Biasanya sumber air seperti got itu airnya kering, isinya hanya sampah. Padahal dinas pemadam kebakaran saat datang hanya membawa empat ribu hingga lima ribu liter air dan selanjutnyaharus mencari sumber air yang bisa dimanfaatkan," kata Puryantoro.
Ia juga mengingatkan, potensi kebakaran tinggi terutama di ruang terbuka yang ditumbuhi semak-semak atau alang-alang. Semak kering memicu timbulnya api karena suhu udara yang tinggi.
"Di musim kemarau rawan timbul api di rawa-rawa kering atau semak-semak karena akibat panas lalu menimbulkan api. Ditambah banyak sampah, akhirnya kebakaran tidak bisa dihindari," jelas Puryantoro.