REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengapresiasi keputusan Senat Prancis yang menolak penerapan kebijakan kemasan polos rokok dinegaranya. Hal ini diumumkan oleh Komite Sosial dalam Senat yang dipimpin oleh Richard Yung pada 22 Juli 2015.
Beberapa alasan yang disampaikan terkait keputusan tersebut ialah kekhawatiran bahwa kebijakan kemasan polos rokok akan melanggar undang-undang hak cipta. Serta akan meningkatkan peredaran rokok palsu di negara tersebut.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTI, Budidoyo menyatakan hal ini merupakan keputusan terbaik mengingat kebijakan tersebut tidak disertai bukti ilmiah yang menyatakan efektivitasnya dalam menurunkan angka perokok. "Kami merasa gembira bahwa aspirasi petani tembakau Indonesia yang menolak kebijakan kemasan polos merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh Senat Prancis,” kata dia berdasarkan rilis yang diterima ROL, Senin (3/8).
Budidoyo menyatakan, perjuangan petani tembakau belum berakhir untuk melawan ancaman kebijakan kemasan polos. Kebijakan tersebut merupakan bentuk diskriminasi terhadap produk tembakau yang merupakan salah satu komoditas strategis Indonesia.
“Kebijakan tersebut melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia di negara-negara yang menerapkannya, sehingga mengakibatkan penurunan permintaan bahan baku tembakau dari petani yang telah menopang kebutuhan pasar dalam negeri dan juga pasar ekspor,” papar Budidoyo.
Sebelumnya menyikapi kebijakan kemasan polos rokok, saat ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan tengah melakukan proses sengketa dagang dengan Australia di WTO terkait kebijakan tersebut.
Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi mengatakan kebijakan kemasan polos rokok mencederai hak negara anggota WTO di bawah perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS). Bahkan mempunyai implikasi luas terhadap perdagangan dunia, bahkan dapat berpotensi menghambat ekspor rokok Indonesia.