REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo membantah pengunduran diri bakal calon wakil wali kota Surabaya yang diusung partainya, Haries Purwoko, merupakan skenario situasi serupa pada Pemilihan Kepala Daerah Pacitan.
"Tidak ada, tidak ada. Tidak ada skenario itu," ujarnya kepada wartawan ketika dikonfirmasi terkait kepulangan Haries Purwoko saat proses pendaftaran di sela pisah sambut Pangdam V/Brawijaya di Surabaya, Senin (3/8) malam.
Sempat muncul dugaan bahwa menghilangnya Haries Purwoko dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya karena perintah pengurus inti Partai Demokrat agar menarik diri akibat gagalnya barter politik antara Pilkada Surabaya dan Pilkada Pacitan.
Situasi serupa terjadi pada kedua daerah. Bedanya jika di Surabaya pasangan tunggal berasal dari PDI Perjuangan (Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana), sedangkan di Pacitan pasangan tunggalnya berasal dari Partai Demokrat (Indartato-Yudi Sumbogo).
"Sekali lagi, tidak ada itu. Tidak ada. Haries Purwoko tidak diizinkan keluarganya maju sebagai calon wakil wali kota Surabaya," kata Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo.
Politisi yang kini menjabat sebagai Gubernur Jatim tersebut membenarkan sudah diberitahu oleh Haries Purwoko bahwa harus pergi meninggalkan lokasi pendaftaran di KPU karena keluarganya keberatan. "Kalau Pak Abror sudah oke. Sedangkan, Pak Haries yang awalnya tidak datang-datang, hingga akhirnya datang kemudian lapor keluarganya. Ternyata tidak mendapat izin," ucapnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya Hartoyo menyesalkan Haries Purwoko yang diusung PAN dan Demokrat tiba-tiba memutuskan mundur pada saat pendaftaran terakhir. "Ya kecewa saja, sudah sampai sini tidak bisa tanda tangan," kata Hartoyo kepada wartawan di KPU Surabaya.
Meski begitu, pihaknya tidak menarik rekomendasi kepada pasangan Dhimam Abror Djuraid dan Haries Purwoko. Sementara itu, Haries Purwoko ketika dikonfirmasi wartawan menegaskan bahwa dirinya mengundurkan diri terkait harga diri karena merasa dianggap sebagai calon boneka.
"Jadi, saya mundur karena dianggap sebagai calon boneka. Lalu saya ditelepon ibu dan disuruh untuk mundur. Saya menuruti keinginan ibu dan keluarga," katanya. Ketua Pemuda Pancasila Surabaya ini menyatakan mundur karena murni harga diri dan berjanji membuktikannya maju dalam Pilkada 2017.