REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah mengumumkan pemunduran pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di tujuh daerah. Salah satunya, pilkada Kota Surabaya. Sebab, hingga tenggat waktu yang ditentukan, KPU setempat hanya menerima satu pasangan kandidat. Adapun pasangan tunggal tersebut, yakni duet Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana, diusung PDIP.
Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, pihaknya kecewa dengan langkah kebijakan KPU. Menurut dia, bukan hanya partainya yang dirugikan, melainkan juga hak-hak rakyat pada umumnya. "Yang paling dirugikan adalah rakyat, sedang parpol atau PDIP hanya media akselerasi kepentingan dan hak rakyat yang dijamin konstitusi," ujar Eva, Selasa (4/8).
Padahal, lanjut dia, PDIP sudah melalui semua tahapan pilkada secara runtut. Soal kandidat yang hanya sepasang, menurut Eva, sejatinya bukan alasan bagi KPU untuk menunda pelaksanaan Pilkada. Sebab, hal itu hanya akan mencederai hak pemilih lantaran masih ada alternatif aklamasi.
Bagaimanapun, dia menegaskan, PDIP siap melaksanakan Pilkada sesuai jadwal yang ditentukan. Kendati begitu, Eva menilai KPU telah berlaku nirprofesional.
"Kita berharap KPU tidak mengubah tahapan Pilkada karena ketidakmampuan mengelola, kepentingan rakyat harus dikedepankan," ujar mantan anggota Komisi III DPR tersebut.
Pada Senin (3/8) malam WIB, KPU Pusat memaklumkan pemunduran pelaksanaan Pilkada di tujuh daerah, yakni Kabupaten Blitar, Kota Surabaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Pacitan, Kota Samarinda, Kabupatan Timor Tengah Utara, dan Kota Mataram.