REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPC Partai Kebangkitan Bangsa Kota Surabaya menilai kurangnya soliditas antarpartai politik yang tergabung dalam Koalisi Majapahit menyebabkan pemilihan kepala daerah setempat gagal digelar 2015.
"Soliditas antar-partai di koalisi yang kurang. Partai yang tiba-tiba mengusung (calon) tanpa dikomunikasikan," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitran Bangsa (DPC PKB) Surabaya Syamsul Arifin, Senin (3/8).
Pilkada Surabaya yang dijadwalkan digelar 9 Desember 2015 serentak dengan daerah lainnya, akhirnya ditunda hingga 2017. Hal ini disebabkan hingga akhir masa pendaftaran pada 3 Agustus 2015, hanya ada satu pasangan calon yang resmi mendaftar ke KPU Surabaya.
Sebenarnya ada pasangan Dhimam Abror-Haries Purwoko yang datang ke KPU dan berencana daftar pada hari Senin itu. Namun di tengah perjalanan pendaftaran, Haries Purwoko yang dicalonkan sebagai wakil wali kota ternyata memilih mundur.
Syamsul mengatakan sebetulnya DPP PKB sudah mengeluarkan rekomendasi kepada dirinya sebagai bakal Calon Wali Kota Surabaya. Namun, lanjut dia, rekomendasi tersebut tidak mendapatkan respons dari partai-partai di Koalisi Majapahit.
Tanpa ada pemberitahuan dan komunikasi, PAN dan Demokrat yang merupakan bagian dari Koalisi Majapahit mencalonkan Dhimam Abror dan Haries Purwoko sebagai Cawali dan Cawawali Surabaya.
Saat ditanya kenapa Koalisi Majapahit tidak mau mencalonkan dirinya, Syamsul menjawab secara diplomatis dengan menyebut tidak ingin disebut sebagai calon boneka.