REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Pascapemberontakan yang dipimpin Muslim-Séléka tahun 2013, Republik Afrika Tengah telah diguncang oleh kekerasan dan konflik sektarian berdarah. Para milisi Kristen membalas penggulingan pemimpin Kristen, François Bozize, yang telah berkuasa sejak tahun 2003 melalui kudeta militer.
"Sejak akhir 2013 dan pembantaian awal 2014, Muslim di negara tersebut menghadapi penyiksaan dan ancaman kematian oleh milisi Kristen," tulis Amnesty Internasional dalam laporannya yang diterbitkan 31 Juli lalu, dilansir dari Morocco World News, Selasa (4/8).
Laporan Amnesty International berjudul "Identitas yang Terhapus: Muslim di Wilayah Etnis Dibersihkan dari Republik Afrika Tengah" itu menuliskan, Muslim di Republik Afrika Tengah menghadapi depresi dan dipaksa untuk masuk agama Kristen di bawah ancaman hukuman mati.
Laporan juga menyebutkan, Muslim telah dilarang oleh milisi bersenjata anti-Balaka untuk mempraktikkan agama mereka di depan umum. Muslim yang selamat dari pembantaian tahun lalu sedang terancam dan telah dipaksa masuk Kristen di bawah ancaman kematian.
"Di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh pasukan perdamaian PBB, Muslim menjadi target kekerasan, tanpa mendapat perlindungan hukum," tambah Amnesty Internasional.
Menurut laporan PBB, milisi anti-Balaka menggerebek rumah Muslim, membunuh anak-anak dan perempuan, serta melakukan penjarahan dan perusakan. Milisi anti-Balaka juga menghancurkan masjid dan tempat-tempat ibadah kaum Muslim untuk menghapus semua jejak dari komunitas Muslim di negara ini.
Di tengah kekacauan dan ketidakamanan ini, Muslim di bagian barat Republik Afrika Tengah tidak memiliki kebebasan untuk mempraktikkan ibadah di depan umum. Mereka telah dipaksa untuk menyembunyikan agama mereka, atau menghadapi penyiksaan dan kematian.