REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem tiba di Iran Selasa (4/8) untuk bertemu dengan rekan sejawatnya Mohammad Javad Zarif untuk membahas situasi di kawasan itu.
Kunjungannya terjadi bersamaan dengan lawatan Deputi Menlu Rusia Mikhail Bogdanov, wakil khusus Presiden Vladimir Putin untuk kawasan Timur Tengah, juga di Teheran.
Menurut IRNA, Bogdanov dan Deputi Menlu Iran Hossein Amir- Abdollahian membahas situasi di Suriah dan kawasan tersebut. Iran dan Rusia merupakan dua sekutu utama rezim Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Teheran mendukungnya secara finansial dan militer dengan mengirim penasehat militer dalam konflik selama empat tahun.
Amerika Serikat dan beberapa sekutunya dari negara-negara Arab di Teluk telah menyatakan Bashar harus mundur. Kekuatan-kekeatan di dunia yang dipimpin AS mencapai suatu perjanjian dengan Iran pada 4 Juli, tetapi kedua pihak telah menjelaskan persetujuan itu tidak akan mengubah kebijakan mereka di kawasan.
Muallem pada 24 Juli mengulangi pandangan pemerintahnya bahwa dukungan Iran bagi Damaskus akan terus berlanjut setelah perjanjian itu dicapai. Berbicara tentang kunjungan Muallem, Amir-Abdollahian mengatakan peluang-peluang suatu resolusi diplomatik dari perang itu sedang tumbuh.
"Beruntung kami melihat suatu perubahan dalam strategi para pemain regional dalam krisis Suriah. Jika empat tahun lalu mereka berpendapat perang merupakan solusi satu-satunya, sekarang mereka lebih suka fokus pada diplomasi," katanya seperti dikutip kantor berita Fars.
Media Iran melaporkan pertemuan tiga pihak antara Zarif, Bogdanov dan Muallem juga akan berlangsung untuk membahas konflik di Suriah.
Pada Ahad, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan persetujuan program nuklir Iran dengan kekuatan global akan menciptakan prospek lebih baik bagi solusi di Suriah dan Yaman, dua kawasan konflik terburuk di Timur Tengah.
"Persetujuan itu akan menciptakan suatu atmosfir baru. Iklim itu akan lebih mudah."