REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang pada 1-5 Agustus mencatatkan sejarah. Hal itu terkait kembali dipakainya mekanisme pemilihan ahlul halli wal aqdi atau AHWA, yakni musyawarah mufakat dalam pemilihan Rais Aam atau Dewan Syura Pengurus Besar NU (PBNU).
Selain itu, sidang komisi organisasi juga menetapkan, pada muktamar-muktamar selanjutnya, mekanisme AHWA juga akan diterapkan dalam pemilihan ketua tanfidziah (pelaksana), mulai dari tingkat pusat, wilayah hingga cabang. Hal tersebut disampaikan anggota rais syuriah PBNU KH Yahya Staquf melalui jumpa pers di Media Center Muktamar ke-33 NU, Rabu (5/8).
Menurut Kiai Yahya, keputusan sidang Komisi Organisasi tersebut telah disahkan melalui rapat pleno yang diikuti seluruh pemilik suara, yang dilangsungkan pada Rabu (5/8) sore. Kiai Yahya melaporkan, komisi organisasi memutuskan peraturan tersebut dengan mengacu pada musyawarah dan pemungutan suara 496 rais syuriah, mulai dari tingkat pusat, wilayah hingga cabang.
"Setelah pemungutan suara, Selasa, 4 Agustus, 252 suara menerima pemilihan rais aam dengan AHWA, 235 suara menolak atau tidak setuju dan 9 abstain," ujar Kiai Yahya.
Sementara, Ketua Pelaksana Daerah Muktamar ke-33 NU Saifullah Yusuf menyampaikan, agenda memasuki tahap terkhir, yakni pemilihan rais aam syuriah dan ketua umum PBNU. Jika pemilihan berlangsung efektif, menurut Saifullah, Muktamar akan ditutup malam ini, Rabu (5/8). "Kita berdoa mudah-mudahan semua diberi kelancaran," ujar Saifullah.