Rabu 05 Aug 2015 22:48 WIB

Tokoh Gereja Masalah Tolikara Diselesaikan Secara Adat

 Warga beraktifitas di lokasi terbakarnya kios dan masjid di Tolikara, Papua, Kamis (23/7).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga beraktifitas di lokasi terbakarnya kios dan masjid di Tolikara, Papua, Kamis (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Para tokoh gereja yakni ketua-ketua Sinode KINGMI, GIDI, PGGBP dan GKI di Tanah Papua sepakat bahwa kasus Tolikara diselesaikan secara adat sesuai dengan kesepakatan damai 29 Juli 2015 di Kota Jayapura.

"Ada sejumlah hal yang kami sampaikan kepada Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan saat pertemuan tadi, salah satunya adalah persoalan Tolikara dikembalikan pada kata sepakat damai yang diselesaikan secara adat," kata Ketua GKI di Tanah Papua, Pendeta Alberth Yoku saat menggelar jumpa pers di Kota Jayapura, Rabu (5/8).

Pada jumpa pers yang digelar di Kantor Sinode GKI di Tanah Papua di Argapura, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura itu, Pendeta Alberth Yoku didampingi Presiden GIDI Pendeta Dorman Wandikbo, Ketua Sinode KINGMI Pendeta Benny Giay dan Ketua Sinode PGGBP Pendeta Socrates Sofyan Yoman.

"Masalah Tolikara adalah puncak dari letupan gunung es terhadap seluruh masalah di Papua, maupun seluruh masalah di Indonesia menyangkut keberpihakan negara terhadap insiden-insiden keagamaan. Tolikara itu menjadi contoh, bahwa negara cepat menangani masalah insiden keagamaan, itu yang pertama," katanya.

Yang kedua, kata Yoku, pihaknya telah menyampaikan bahwa persoalan Tolikara sudah ada perjanjian damai yang dilakukan pada 29 Juli 2015 antara GIDI dengan NU dan Ustad atau pengurus Mushalah setempat.

Dengan ditindak lanjuti perdamaian secara adat berupa penyerahan seekor sapi dalam perayaan Idul Fitri, maka soal persoalan itu ada baiknya dikembalikan pada ranah kesepakatan damai untuk tidak ada lagi diproses secara hukum.

"Jadi kami juga menyerahkan kepada Kepala Staf Kepresidenan, surat dari pemimpin gereja untuk meminta Polda Papua segera menghentikan pemeriksaan dan membebaskan dua orang yang sekarang ada ditahanan. Karena ini sudah kembali kepada ranah, ruang GIDI dan NU serta pengurus Mushalah di sana, agar mereka duduk bersama berdamai dan memulihkan kembali suasana kehidupan bermasyarakat sejak proses perdamaian itu sampai hari ini," katanya.

Lalu, ketiga, lanjut Yoku, pihaknya juga menyampaikan kepada kepala staf tentang dokumen kronologis peristiwa yang akan diteruskan kepada Presiden Joko Widodo.

"Kemudian, kami, pemimpin gereja akan bertemu langsung dengan Presiden Jokowi dalam waktu dekat, tidak terlalu lama untuk membicarakan semua hal yang kami tuliskan dalam dokumen yang sudah kami serahkan, saya pikir itu beberapa hal yang kami minta," katanya.

Yoku menegaskan bahwa jika masalah Tolikara begitu serius ditangani negara, di blow up media begitu hebat, maka seharusnya sejumlah kasus lainnya, seperti kasus Paniai, Yahukimo dan berbagai kasus lain menyangkut pelanggaran HAM serta menyangkut kematian orang Papua, sudah seharusnya negara serius menanganinya seperti kasus Tolikara.

Sementara itu, Presiden GIDI Pendeta Dorman Wandikbo mengklarifikasi pemberitaan di sejumlah media terkait pemanggilan dirinya oleh penyidik Polda Papua pada Selasa (4/8) siang.

"Saya klarifikasi bahwa sewaktu saya diperiksa, Presiden GIDI dipanggil sebagai penghasut itu tidak benar. Jadi kenapa saya hadir, saya hadir memenuhi surat panggilan karena ada dua hal, pertama adalah saya hadir untuk menyampaikan sebagai saksi untuk memperjelas kronologis yang sebenarnya, itu yang pertama," katanya.

"Yang kedua adalah saya hadir untuk mewakili teman-teman gereja dan NU yang mendorong tujuh poin yang sudah menjadi kesepakatan damai pada 29 Juli 2015, supaya masalah ini diselesaikam secara adat," kata Pendet Dorman Wandikbo.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement