Jumat 07 Aug 2015 15:32 WIB

Hendropriyono: Masa Presiden Sudah Dipilih Malah Dihina-hina

Rep: Issha Harruma/ Red: Bayu Hermawan
Mantan kepala BIN AM Hendropriyono menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (21/10).
Foto: Antara
Mantan kepala BIN AM Hendropriyono menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono setuju jika pasal penghinaan terhadap presiden dihidupkan kembali. Menurutnya orang yang menghina presiden memang layak diproses secara hukum.

"Menurut saya menghina presiden salah dong. Masa dipilih sendiri, begitu dipilih dan disuruh memimpin malah dihina-hina. Tidak boleh itu," kata Hendro di Mabes Polri, Jumat (7/8).

Pasal penghinaan presiden akan dihidupkan kembali dengan diajukannya pasal tersebut dalam draft revisi Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) oleh pemerintah. Rencana tersebut pun menuai polemik di masyarakat.

Hendro mengatakan, memang banyak hal yang harus diperbaiki jika pasal tersebut benar akan dihidupan kembali. Ia mengusulkan agar pasal soal penghinaan presiden nantinya mengatur klasifikasi yang jelas mengenai perbuatan menghina, termasuk perbedaan antara menghina dan mengkritik.

"Mengkritik beda dong dengan menghina. Kalau mengkritik, itu boleh. Tapi kalau orang memaki-maki presiden kita masa dibiarkan. Nggak boleh dong. Kalau kritik biarkan saja," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengklaim pengajuan pasal tersebut hanya meneruskan usulan pemerintah sebelumnya. Menurutnya, adanya pasal-pasal yang lebih jelas seperti itu justru akan melindungi seseorang yang ingin mengkritisi dan memberikan koreksi terhadap pemerintah.

Ia pun menyerahkan kepada DPR untuk mengambil keputusan soal pasal tersebut. Pasal penghinaan presiden sebetulnya telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 lalu. Pasal tersebut dinilai membahayakan kehidupan demokrasi. Namun, Presiden Jokowi kembali mengusulkan pasal itu ke DPR untuk dihidupkan lagi dalam melalui revisi KUHP.

Pasal 263 ayat 1 dalam draft revisi KUHP yang diajukan berbunyi: "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Kemudian, ruang lingkup penghinaan presiden diperluas lewat Pasal 264: "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement