REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pertentangan pendapat antara Komisi Yudisial dengan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin menjadi perhatian kalangan advokat. Penerapan UU Contempt of Court atau UU Penghinaan Pengadilan.
“Penempatan pasal-pasal Contempt of Court itu tidak dimasukan dalam KUHP melaikan harus dibuat UU tersendiri. Kasus yang terjadi antara KY dan Hakim Sarpin ini seharusnya bisa diselesaikan dengan UU Contempt Of Court jika kita sudah memilikinya tidak perlu dengan KUHP,” ujar mantan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Prof Otto Hasibuan, dalam rilisnya, Jumat (7/8).
Ia menjelaskan, UU Contempt of Court tersebut dapat menyelesaikan persoalan yang menimpa hakim dengan lembaga negara lain maupun dengan masyarakat umum. Pasalnya, dalam UU tersebut akan diatur bagaimana menjaga kewibawaan hakim dan pengadilan.
Di negara maju seperti Amerika dan Hongkong, ujarnya, kewibawaan pengadilan sangat dijaga. Maka, mereka mempunyai UU Contempt of Court.