Ahad 09 Aug 2015 09:10 WIB

Dituding tak Nasionalis, Ini Jawaban Serikat Pekerja

Serikat pekerja dari Jakarta International Container Terminal (JICT) melakukan mogok kerja saat unjuk rasa di kantor JICT, Jakarta, Selasa (28/7).  (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Serikat pekerja dari Jakarta International Container Terminal (JICT) melakukan mogok kerja saat unjuk rasa di kantor JICT, Jakarta, Selasa (28/7). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirut Pelindo II RJ Lino di berbagai media melancarkan tuduhan kepada serikat pekerja (SP) yang menolak langkah sepihaknya memperpanjang konsesi PT Jakarta International Container Terimnal (JICT) ke perusahaan Hongkong, Hutchison Port Holding (HPH) sampai 2039. Di antara tudingan itu adalah SP JICT sebagai pihak yang ‘tidak nasionalis’.

Ketua SP JICT Nova Sofyan menilai, pernyataan Lino sangat memalukan sebagai seorang dirut BUMN. Menurut dia, yang bersangkutan terkesan ingin mengalihkan masalah dengan menyebarkan tudingan melalui media massa kepada masyarakat luas.

Terkait tudingan 'sabotase', Nova menyatakan, yang terjadi pada 28 Juli 2015 adalah aksi solidaritas para pekerja sebagai respons atas pemecatan secara sewenang-wenang dua orang. Bahkan, Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian sampai harus turun tangan "Pemecatan itu dilakukan tanpa alasan dan tanpa melalui prosedur peraturan perundangan yang benar," katanya dalam siaran pers, Ahad (9/8).

Nova melanjutkan, pihaknya memperjuangkan agar Lino tidak lagi sewenang-wenang dengan menyerahkan pengelolaan kepada asing tanpa mengikuti ketentuan UU Pelayaran 2008 yang menyatakan pemberian konsesi seharusnya memperoleh persetujuan menteri perhubungan.

Dalam pandangan SP, JICT adalah sebuah aset negara yang memiliki manfaat ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. "Kalaupun ada gagasan untuk melibatkan pihak asing dalam hal pemilikan dan pengelolaan, itu harus dilakukan dengan cara berhati-hati, membawa manfaat terbesar bagi bangsa Indonesia dan tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia," ujarnya.

Menurut Nova, yang membuat SP heran adalah mengapa Lino mengabaikan begitu saja persyaratan dalam hukum Indonesia. "Mengapa begitu berkeras menjual JICT kepada Hutchison secara terburu-buru tanpa persetujuan Menteri Perhubungan? Apakah memperoleh keuntungan dari penjualan itu?"

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement