REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Depok terindikasi melanggar kode etika serta aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu mulai ketidakhadiran pimpinan partai politik pengusung bakal calon (Balon) hingga tidak transparannya dalam mempublikasi administrasi sang balon itu terhadap masyarakat.
Artinya, KPUD Depok tidak menjalankan sesuai aturan yang dituangkan dalam Pasal 131 ayat 1 & 2 UU nomor 8 tahun 2015, pelanggaran administrasi dan etika oleh komisioner KPUD Depok.
"Ini akan saya laporkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," ujar mantan Komisioner Panwaslu tahun 2005-2008, Yoyo Effendi, di Depok, Jawa Barat (Jabar), Ahad (9/8).
Menurut Yoyo, laporan pengaduan tersebut merupakan kelanjutan laporannya ke Panwaslu pada 31 Juli 2015 terkait Pasal 38 ayat (4) peraturan KPU nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan PKPU nomor 9 tahun 2015 tentang Pilkada. Yaitu tentang bakal calon dinyatakan tidak dapat melakukan pendaftaran jika tidak dihadiri pimpinan partai politik pengusung.
Sebab, saat pendaftaran ke KPUD, Sekretaris DPC PDIP Depok, Totok Sarjono tidak hadir dan mendampingi Balon Dimas Oki Nugroho-Babai Suhaimi, dan komisioner KPUD melanggar kode etik ketika menerima pendaftaran itu.
"Kesalahan administrasi dan kode etik yang menabrak aturan perundang-undangan yang berlaku ini jangan sampai mengulang peristiwa hukum Pilkada Depok pada 2005 dan 2010," terang Yoyo.
Direktur Forum Masyarakat Desa (Fordes) Rusdy Setiawan Putra, sangat mengapresiasi Yoyo Effendi sebagai masyarakat yang peduli terhadap Pilkada terkait kepemimpinan daerah yang harus dilakukan sesuai aturan main yang berlaku.
"Artinya, semata-mata ini bertujuan memajukan masyarakat, dimulai dari hal kecil, lingkungan sekitar, dan saat ini. Mari kita dukung hal-hal yang positif," imbuhnya.