REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sosial dari Prakarsa, Maftuchan, menilai ada unsur politis di balik argumen yang menyimpulkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan haram. Dia menduga, ada pihak yang merasa dirugikan dengan beroperasinya badan tersebut sehingga menghebuskan isu haram.
"Saya justru curiga kelompok yang selama ini menentang jaminan sosial diberlakukan adalah mereka, yang secara sadar atau tidak sadar, dimanfaatkan asuransi profit komersial," katanya dalam sebuah forum diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Ahad (9/8).
Pemerintah, lewat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, memang mewajibkan semua warga negara untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Perusahaan swasta juga diwajibkan mendaftarkan karyawannya menjadi peserta dalam jaminan sosial tersebut. Aturan ini dinilai dapat mengancam keberadaan perusahaan asuransi swasta yang banyak beroperasi.
Maftuchan, yang mengaku telah membaca fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait BPJS, mengungkapkan tak ada satu pun kata haram dalam hasil keputusan ijtihad ulama tersebut. Dia sendiri menilai, BPJS Kesehatan yang diterapkan di Indonesia sudah menganut prinsip syariah, misalnya prinsip tolong-menolong (ta'awun), gotong-royong dan keterbukaan.
Oleh karenanya, Maftuchan mencurigai isu BPJS haram ditunggangi kepentingan bisnis.
"Tapi mudah-mudahan kecurigaan saya itu tidak terbukti," ucapnya.