REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD kembali berkicau terkait pasal penghinaan Presiden di akun Twitternya. Menurut Mahfud, orang waras pasti setuju bila menghina Presiden harus dihukum. Namun, penghinaan tersebut harus dapat diobyektivikasi dalam kalimat hukum.
"Penghinaan harus diobyektivikasi dalam kalimat hukum agar tidak tumbuh dengan kritik, pernyataan sikap, dan memberi informasi yang benar," tulis Mahfud dalam akun @mohmahfudmd, Senin (10/8).
Sebelumnya, Mahfud juga menuliskan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden sangat dilematis. Di satu sisi pasal itu mengancam demokrasi sehingga dibatalkan oleh MK, sisi lain martabat presiden harus dilindungi.
Pemerintah menginginkan pasal penghinaan terhadap presiden masuk ke dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) setelah sebelumnya pasal penghinaan terhadap presiden telah dicabut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 silam.
Presiden Joko Widodo mengaku pasal penghinaan presiden dihidupkan kembali semata untuk melindungi para pengkritiknya dari pasal pasal karet. Bukan sebagai bentuk antikritik.
Jokowi, secara pribadi, mengaku tak memerlukan pasal yang sudah digugurkan MK itu. Lagi pula ia mengaku terbiasa dihina sejak menjabat Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga menjabat kepala negara.