REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komisi HAM) meminta Kementerian Sosial melakukan penyembuhan terhadap trauma korban insiden Tolikara, Papua. Pemulihan setelah insiden Tolikara sangat penting pada ibu dan anak.
"Ini trauma, kalau ini nggak diobati bisa jadi bibit untuk radikalisme," ujar Ketua Tim Penyelidik Kasus Tolikara Komnas HAM, Maneger Nasution saat ditemui Republika, Senin (10/8).
Ibu dan anak-anak merupakan korban yang paling rentan terkena trauma dalam sebuah insiden. Terlebih, anak-anak yang akan dengan mudah meniru perilaku orang dewasa. Bisa saja, ketika mereka sudah mampu berbuat sesuatu, anak-anak ini akan tumbuh dengan rasa balas dendam yang pernah dialami. Sehingga terapi akan sangat membantu mengembalikan perasaan mereka.
"Anak-anak itu pasti dendam loh, negara harus membuat trauma healing untuk ibu-ibu dan anak-anak ini," kata Komisioner Komnas HAM ini.
Manager menjelasakan bahwa jika trauma tersebut dibiarkan, maka akan berdampak besar bagi kejiawaan ibu dan anak-anak. Risiko tersebut harus dapat ditangani dengan cepat oleh pemerintah agar tidak berdampak berkelanjutan.