REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Serangkaian serangan terjadi di Turki Senin (10/8) kemarin, termasuk menimpa konsulat Amerika Serikat di Istanbul. Enam anggota pasukan keamanan tewas dalam rangkaian insiden tersebut.
Dilansir dari Arab News, Selasa (11/8), pihak berwenang menuduh kelompok Kurdi dan Marxis radikal bertanggung jawab atas gelombang serangan itu. Serangan ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang kondisi keamanan di seluruh Turki.
Kantor berita Anatolia menyebutkan, empat petugas polisi Turki tewas dalam serangan bom di pinggir jalan di bagian tenggara distrik Silopi provinsi Sirnak yang berbatasan dengan Irak dan Suriah. Kelompok gerilyawan Kurdi ditengarai berada di balik insiden ini.
Sementara, seorang tentara Turki tewas dalam insiden terpisah ketika gerilyawan Kurdi menyerang sebuah helikopter militer dengan peluncur roket di distrik Beytussebap, Sirnak.
Di Istanbul, seorang pembom bunuh diri meledakkan sebuah kendaraan yang diduga penuh dengan bahan peledak di sebuah kantor polisi di distrik Sultanbeyli setelah tengah malam. Aksi ini melukai sepuluh orang, tiga di antaranya polisi.
Bentrokan dengan polisi terus terjadi sepanjang malam. Kantor gubernur setempat mengungkapkan, Beyazit Ceken, kepala Departemen Penjinak Bom, terluka dalam bentrokan itu dan meninggal di rumah sakit.
Dua militan turut tewas dalam bentrokan, termasuk pelaku bom bunuh diri. Presiden Recep Tayyip Erdogan ikut bergabung bersama para pelayat dalam pemakaman Beyazit di Istanbul, yang disiarkan langsung di televisi.
Sementara itu, dua wanita bersenjata Senin pagi melancarkan serangan senjata di Konsulat AS, Istanbul. Salah satu dari dua penyerang kemudian ditangkap setelah terluka dalam bentrokan dengan polisi. Salah satu pelaku diketahui dari partai terlarang Marxist Revolutionary People’s Liberation Party-Front (DHKP-C)