Selasa 11 Aug 2015 20:35 WIB

Meyakinkan Mualaf Cina dengan Hidup Qurani

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
 Umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Lautze di Sawah Besar, Jakarta, Jumat (17/7). (foto : MgROL_45)
Umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Lautze di Sawah Besar, Jakarta, Jumat (17/7). (foto : MgROL_45)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Keyakinan bahwa Alquran menjadi pedoman hidup selalu didengungkan dalam kajian pembinaan mualaf di Masjid Luotze, Pasar Baru, Jakarta Pusat. 

“Keyakinan menentukan sikap. Hanya keyakinan Qurani yang menentukan sikap yang Islami,” kata fasilitator Yayasan Mutiara Tauhid Budi Mar’at, akhir pekan lalu.

Budi mengatakan, banyak orang yang menjadikan Alquran sebatas syair atau mantra. Sehingga Alquran belum dijadikan pedoman hidup.

Pahadal, Budi mengibaratkan, manusia ibarat mobil. Ketika mobil rusak, ia tak cukup dibacakan buku panduan, tetapi harus dipraktekkan. Demikian pula, ketika Alquran tidak dipahami, ia tidak akan menjadi pedoman hidup yang menjelma dalam perilaku. 

Budi menambahkan, Alquran turun sebagai perwujudan kasih sayang Allah SWT. Manusia tercipta dengan segenap keterbatasan, maka Allah menurunkan Alquran untuk menutup keterbatasan itu. Menurut dia, ketika seorang Muslim melanggar aturan Alquran, rute hidupnya akan rusak. Akan muncul perasaan khawatir dan sedih hati.

“Kita harus fanatik menjalankan petunjuk Alquran. Fanatik bukan berarti kita tidak bisa bersahabat dan hidup damai dengan pemeluk agama lain. Fanatik adalah sikap yang tidak mau melanggar satu pun ayat Alquran,” tambah Budi.

Sebanyak belasan mualaf tampak hadir di lantai empat masjid Lautze, Pasar Baru, siang itu. Ketua Yayasan Haji Karim Oei sekaligus pengelola Masjid Lautze, Ali Karim Oey mengungkapkan, masjid Laotze secara rutin mengadakan pembinaan mualaf.

Minimal dua kali sepekan, setiap Sabtu dan Ahad. Sabtu siang untuk kajian tafakkur, sementara Ahad siang berupa kajian umum biasa.

Ali Karim menambahkan, mualaf berdatangan tidak hanya dari sekitaran Lautze, tetapi juga Depok, Bekasi, Tangerang, dan Jabodetabek. Pengisi acaranya berasal dari berbagai kalangan. Mualaf yang sudah memiliki bekal ilmu memadai pun tak jarang didaulat untuk berbagi ilmu dengan mualaf lain.

“Sebagian besar mualaf disini keturunan Cina,” ucap Ali Karim, kepada Republika.

Menurut dia, Masjid Lautze memang sengaja fokus untuk berdakwah di kalangan Cina lantaran segmen ini belum optimal digarap. Lokasi masjid yang berada di kawasan Pecinan itu pun menurutnya merupakan bentuk syiar.

Putra bungsu Abdul Karim Oey ini pun menyayangkan kalau ada etnis Cina yang masuk Islam dan menjadi ustadz terkenal, biasanya dia tidak lagi berdakwah di kalangan Cina.

Ia berdakwah di kalangan Muslim pada umumnya. Sebagian Muslim malahan masih terbawa sentimen anti-Cina. Realitas ini membuat dakwah di kalangan Cina masih terbatas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement