REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Taliban, Selasa, mengutuk video mengerikan, yang menunjukkan pejuang dari kelompok IS meledakkan tahanan asal Afghanistan dengan tangan terikat dan mata tertutup.
Video tersebut menyoroti persaingan di antara kedua kelompok itu ketika IS membuat terobosan bertahap ke Afghanistan untuk menantang Taliban di kandangnya.
Video itu, yang tampak diambil di wilayah bergolak Afghanistan timur dengan latar belakang padang rumput berbukit diselimuti dengan kabut, menggambarkan tahanan tersebut "murtad" selaras dengan Taliban atau pemerintah Afghanistan.
Namun, Taliban menyatakan mereka warga.
"Video mengerikan menunjukkan penculik, yang mengisyaratkan diri dengan Daesh atau IS, secara keji menganiaya beberapa tetua suku dan desa berjenggot dengan bahan peledak," kata Taliban dalam pernyataannya pada Selasa.
Pelanggaran tersebut dan tindakan brutal lainnya dengan beberapa individu bodoh yang tidak bertanggung jawab dengan kedok Islam dan muslim tidak dapat ditolerir, menurut pernyataan Taliban.
Taliban sendiri sering dituduh melakukan kekejaman dalam pemberontakan selama 14 tahun melawan pemerintah Afghanistan yang didukung AS menyebabkan jatuhnya korban sipil melonjak.
Kelompok tersebut telah mengalami serangkaian pembelotan anggotanya ke ISIS dengan beberapa pemberontak menyuarakan ketidakpuasan dengan pemimpin lama mereka Mullah Omar yang kematiannya baru-baru ini diumumkan oleh Taliban.
Video berdurasi lebih dari empat menit itu muncul di forum media sosial jihad pada Minggu (9/8) lalu dan berisi komentar dalam bahasa Arab dan Pashto.
Ahli mengatakan percepatan gerakan dari ISIS yang terkenal di kalangan jihadis untuk mendirikan sebuah "khilafah" Islam di seluruh wilayah Suriah dan Irak hanya mungkin tumbuh di tengah perjuangan peralihan kekuasaan yang sengit dalam tubuh Taliban.
Beberapa pemimpin teratas kelompok Taliban, termasuk anak dan saudara Omar telah menolak untuk bersumpah setia kepada pemimpin baru Mullah Akhtar Mansour, mengatakan proses untuk memilih dia terburu-buru dan bahkan bias.
Tayeb Agha, Kepala Kantor Politik di Qatar yang didirikan pada 2013 untuk memudahkan pembicaraan dengan Kabul telah mengundurkan diri pekan lalu sebagai protes atas janji Mansour dan langkahnya tersebut juga diikuti oleh lebih dari dua anggotanya.