REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memberikan sanksi pada daerah. Jika, hingga November mendatang APBD Provinsi Jawa Barat 2016 belum juga disahkan.
Menurut Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kementrian Dalam Negeri Achmad Bahir Al Afif Haq, sanksi tersebut berupa penundaan gaji kepala daerah dan anggota DPRD Jabar. Saat ini, Kemendagri menilai Provinsi Jawa Barat sudah ketinggalan dua tahapan dalam proses pembahasan APBD 2016.
"Sekarang ini posisi Jabar adalah waktunya untuk menulis RKA (Rencana Kerja dan Anggaran)," ujar Achmad Bahir Al Afif Haq dalam acara Sosialisasi Permendagri No. 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2016 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat, Selasa petang (11/8).
Menurut Bahir, pekan kemarin seharusnya Gubernur mengeluarkan pedoman menulis RKA, yang mengacu pada KUA (Kebijakan Umum Anggaran) PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) yang sudah disepakati bersama sebelumnya. "Jadi Jabar sudah mundur dua proses," katanya.
Menurut Bahir, pengesahan APBD 2016 harus sudah dilaksanakan pada November mendatang. Jika daerah melewati jadwal tersebut maka sesuai aturan ada sanksi yang harus diterima. "Kalau lewat, Inshaallah yakin kena sanksi, sanksinya tidak besar, hanya hak-hak keuangan kepala daerah dan dewan tidak dibayarkan selama enam bulan. Tapi malunya itu," katanya.
Selain itu, kata dia, nanti masuk kelas pimpinan yang tidak taat. Ini serius, Kemendagri telah menyampaikan hal tersebut ke gubernur.
Karenanya, Bahir menekankan agar semua daerah termasuk Jawa Barat bisa mentaati waktu dan semua tahapan dalam penyusunan APBD sesuai jadwal. Sebab, Jawa Barat masih punya tradisi Desemberan bahkan Januarian dalam pelaksanaan program kegiatan. "Hampir tidak ada Novemberan. Selalu di akhir waktu," katanya.
Sebetulnya, menurut Bahir, jika berkaca pada APBD sebelumnya yakni 2015, APBD Provinsi Jawa Barat secara umum sudah bagus dan sesuai dengan jadwal. Kebijakannya secara umum sudah pro publik meski masih harus dikritisi mengenai kebijakan belanja yang semestinya diprioritaskan untuk pemenuhan urusan wajib.
"Bansos dan hibah juga tidak selesai-selesai. Singkat cerita perlu pengaturan kembali. Tolong patuhi dan jangan diterjemahkan lain," katanya.
Caranya, kata dia, adalah dengan mengubah mindset soal hibah bansos. Bansos itu, tidak behubungan sama sekali dengan peran, posisi dan status sosial orang. "Kata bansos hanya berhubungan dengan kondisi orang untuk menghindari terjadinya resiko sosial," katanya.