REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Menurut pakar Indonesia dari Universitas Nasional Australia (ANU) Profesor Greg Fealy, momen pergantian kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo tak ada hubungannya dengan Australia.
Para pengamat Indonesia di Australia mengatakan Presiden Jokowi berusaha meningkatkan kinerja Kabinet yang kurang berfungsi. Menteri Perdagangan yang baru terpilih dinilai memiliki rekam jejak yang baik.
Namun Pemerintah Indonesia masih untuk berprinsip swasembada, meskipun banyak menerima masukan dari para ahli ekonomi liberal.
Profesor Greg mengatakan mengganti Menteri Perdagangan Rahmat Gobel adalah langkah yang penting karena ia tak memiliki kemampuan perencanaan dan membuat sejumlah kebijakan yang aneh.
"Ia adalah salah satu dari menteri perdagangan yang diejek banyak orang. Memang ia punya latar belakang bisnis yang bagus, dan bersekolah di Jepang. Ia dilihat sebagai pebisnis yang cerdas, tapi ternyata mengecewakan,” tuturnya.
Sang profesor lantas menerangkan, "Ia cukup acak-acakan di banyak pengambilan keputusan, dan menindak sejumlah masalah umum yang tampaknya menjadi perhatian publik, seperti melarang impor pakaian bekas karena mungkin membawa HIV AIDS. Apakah mungkin ketidakstabilan dalam jumlah ternak yang mereka impor dari Australia adalah contohnya?” ujarnya.
Ia lantas menyambung, "Itu salah satu kesimpulan yang ditangkap masyarakat, ada kekacauan di Portofolio Perdagangan, tapi seberapa banyak dari masalah itu yang bisa dihubungkan ke kabinet itu, menjadi pertanyaan.”
"Ada kecenderungan umum, dimulai dari sang Presiden sendiri, Indonesia harus menjadi lebih mandiri dalam hal pangan. Dan siapa pun yang menyetujui target makanan impor yang tinggi akan membuat murka Presiden," jelasnya.