Jumat 14 Aug 2015 08:57 WIB
Harga Daging Melambung

Kunci Kenaikan Harga Daging: Ketikdakcukupan Supply

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Djibril Muhammad
Warga membeli daging saat operasi pasar daging sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (11/8).  (Republika/Yasin Habibi)
Warga membeli daging saat operasi pasar daging sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (11/8). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Carut marutnya harga daging sapi di Tanah Air saat ini tidak terlepas dari buruknya manajemen antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) saja. Saat jumlah supply lebih kecil dari demand, otomatis harga jual daging sapi pasti melonjak.

"Semua berangkat dari ketidakcukupan supply. Kuncinya di situ," ujar Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana kepada ROL, Kamis (13/8) malam.

Dia mengatakan biasanya jika harga daging sapi sudah terlanjur tinggi, maka sulit untuk menurun kembali, kecuali jika pemerintah mau serius mengatasinya. "Lakukanlah operasi pasar, tapi kalau dilakukannya tanggung-tangung ya tidak akan berpengaruh juga," ucapnya.

Tidak bisa dipungkiri, Indonesia membutuhkan impor untuk memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri. Ini realita. "Pemerintah mestinya menggunakan hitungan tepat mengenai berapa sebenarnya kebutuhan sapi nasional. Hitung juga berapa jumlah sapi yang bisa dipasok dari dalam negeri dan impor," kata Teguh.

Untuk menghitung kebutuhan sapi nasional, pemerintah dapat menggunakan data dari hasil sensus populasi sapi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013. Di situ, disebutkan bahwa populasi sekitar 12,5 juta ekor. Dari situ, pemerintah bisa menghitung berapakah jumlah sapi yang bisa pasok untuk kebutuhan nasional dan berapa yang haru diimpor.

Lalu sebenarnya berapa kebutuhan sapi nasional? Teguh menyebut pemerintah sudah lama menggunakan angka 2,25 kilogram kapita per tahun. "Jadi tinggal kalikan saja dengan berapa jumlah penduduk Indonesia, ketemulah angka permintaan atau kebutuhan nasional," ucapnya menjelaskan.

Teguh tidak yakin apakah pemerintah cermat menggunakan hitungan ini. Pemerintah harusnya teliti menghitung kuota sapi sehingga tidak menimbulkan fenomena harga daging sapi yang melambung tinggi seperti sekarang ini. Indikasi ketidakcermatan pemerintah ialah terjadinya pemotongan sapi betina produktif.

Saat ini jumlah stok sapi di kalangan peternak sulit dihitung secara akurat mengingat jumlahnya yang tersebar di seluruh Indonesia. Yang jelas 45 persennya tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. "Tapi masing-masing peternak paling kepemilikan sapinya hanya satu atau dua ekor," ucap Teguh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement