REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memahami kebijakannya selama satu tahun terakhir sering dinilai tak populer. Ia juga menyadari masyarakat beranggapan pemerintah seakan tidak berpihak pada rakyat.
"Saya memahami, kebijakan yang saya ambil di awal pemerintahan adalah kebijakan yang tidak populer. Pemerintah seakan-akan tidak berpihak kepada rakyat. Namun, moral politik saya mengatakan, saya harus bertindak dan menghentikan praktik yang tidak benar," katanya dalam pidato kenegaraan, Jumat (14/8)
Ia mengatakan langkah awal yang ditempuhnya adalah mengalihkan subsidi bahan bakar minyak ke sektor-sektor produktif dan jaring pengaman sosial. Selain itu juga menata jalur pengadaan dan distribusi BBM.
"Kita harus meninggalkan perilaku konsumtif menjadi produktif," katanya.
Sebagai ilustrasi, kata Jokowi, tahun 2014, sekitar 240 triliun rupiah subsidi BBM hanya dibakar di jalan-jalan, hanya dibakar-bakar dan dinikmati oleh jutaan mobil pribadi; bukan dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di gunung-gunung, di pesisir-pesisir, di pulau-pulau terpencil, atau mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.
"Itulah yang saya sebut sebagai praktik yang tidak benar tersebut. Pemerintah menyadari kebijakan pengalihan subsidi BBM untuk sementara waktu mengurangi kenyamanan hidup kita. Namun untuk jangka panjang, kebijakan yang saat ini dirasa pahit, pada saatnya akan berbuah manis," katanya.