Selasa 18 Aug 2015 11:32 WIB

Soal Demo, Pedagang Ayam Mengaku Bingung, Mengapa?

Rep: C37/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang ayam memotong ayam di salah satu lapak penjualan ayam potong di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (11/8).   (Republika/Agung Supriyanto)
Pedagang ayam memotong ayam di salah satu lapak penjualan ayam potong di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (11/8). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Rencana pedagang daging ayam untuk mogok akibat harga ayam yang melonjak masih belum jelas. Sulitnya koordinasi antar para pedagang daging ayam antar kota menjadi alasannya.

Pengelola grosir ayam PD Unggas Sakti di Bekasi menyebutkan bahwa tidak seperti pedagang daging sapi yang punya perhimpunan, pedagang daging ayam tidak memiliki organisasi. Perhimpunan tersebut hanya ada untuk satu kota saja, tidak se- Jabodetabek.

"Makanya sampai sekarang belum jelas mogoknya. Sementara ini kita masih dagang saja. Kalau kayak daging sapi kan ragam (bareng) tuh," tutur Hasyim, Selasa (18/8).

Ia menuturkan bahwa harga ayam saat ini memang terus melonjak. Yang tadinya Rp 25 ribu per kg di peternak, sekarang menjadi Rp 27,5  ribu per kilogram. Ia pun menjual Rp 30 ribu per kilogram ke pembeli.

Harga yang naik ini pun membuat pembeli mengurangi porsi belanjanya. Biasanya pembeli yang merupakan pemilik rumah makan, membeli seekor ayam dengan berat 1 kilogram, tapi sekarang mereka membeli ayam dengan ukuran lebih kecil, yaitu sekitar 8 ons.

"Banyak warung nasi padang yang beli ayamnya ukurannya jadi lebih kecil," katanya.

Sementara itu, Januar (30 tahun), pedagang daging ayam di Pasar Baru Bekasi mengaku bahwa rencana mogok dagang itu memang masih belum jelas. Kendati mogok dagang itu nantinya akan membuatnya mengalami kerugian, Januar merasa tidak keberatan untuk ikut mogok dagang apabila bisa membantu penurunan harga.

"Saya mau aja demo, cuma masih belum ada kepastian. Soalnya kita kan nggak kayak daging sapi yang ada organisasi besarnya gitu. Paling cuma se Bekasi aja, atau se Cileungsi aja misalnya," kata Januar.

Akibat harga daging ayam yang naik ini pun, pelanggannya banyak yang tidak datang. Rata-rata pelanggan Januar adalah pemilik warung makan. Biasanya dalam sehari ia membeli 50 ekor ayam yang satu ekornya ia hargai Rp 32 ribu sampai Rp 35 ribu. Dengan pelanggan yaitu pemilik rumah makan dan tukang sayur keliling ia menjual seharga Rp 32 ribu, sementara para pembeli biasa seperti ibu rumah tangga yaitu Rp 35 ribu. Namun saat ini ia hanya menjual sebanyak 30 ekor ayam.

"Pelanggan saya banyak yang nggak beli, mereka nggak berani nyetok karena bingung jualnya. Kalau harga ayamnya naik kan dagangan mereka harganya harus naik juga," jelasnya.

Januar berharap, tanpa perlu adanya mogok dagang, harga daging ayam bisa secepatnya turun. "Kalau nggak bisa rugi terus,"ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement