Selasa 18 Aug 2015 18:17 WIB

Pansus LHP BPK tak Bahas Dugaan Korupsi UPS

Rep: C26/ Red: Karta Raharja Ucu
Barang bukti UPS
Barang bukti UPS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) menjadi polemik besar di ranah Pemprov DKI dengan DPRD Jakarta.  Dugaan korupsi pengadaan UPS ini menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan keuangan Provinsi DKI Jakarta pada 2014.

Hanya saja temuan ini tidak menjadi pokok pembahasan dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk untuk menangani temuan BPK soal keuangan DKI. Pansus DPRD DKI hanya membahas emam poin LHP BPK. Yakni terkait aset tanah Mangga Dua, pengadaan tanah RS Sumber Waras, penetapan nilai pernyertaan modal dan penyerahan aset pemprov DKI kepada PT Transjakarta, penyerahan aset Inbreng pemprov DKI, kelebihan pembayaran biaya premi asuransi kesehatan senilai Rp 3,76 miliar serta administrasi pengelolaan dana biaya operasional pendidikan (BOP).

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta mengatakan memang permasalahan UPS telah masuk dalam ranah hukum. Jadi, tidak perlu lagi dibahas dalam rapat Pansus.

"UPS kan sudah masuk proses hukum apa yang mau dipansusin lagi. Sesuatu yang sudah masuk ke proses hukum tidak perlu dipansusin lagi," ujarnya usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (18/8).

Menurutnya temuan BPK yang dibahas Pansus memang bertujuan merekomendasikan langkah lebih untuk menindaklanjuti permasalahan. Untuk itu persoalan UPS tidak dimasukan dalam daftar pembahasan.

Berdasarkan darf laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK yang didapat Republika menyebutkan proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan pengadaan UPS bermasalah. Hasil temuan ini menyatakan pengadaan UPS tidak sesuai kebutuhan dan ketentuan.

"Proses penganggaran UPS di BPAD, Sudin Dikmen Jakbar dan Jakpus tidak sesuai ketentuan dan tidak didukung analisis kebutuhan barang yang memadai," begitu poin di dokumen hasil pemeriksaan pernyataan BPK.

Dalam laporan tersebut tertulis, kegiatan pengadaan UPS telah dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) BPAD dan RKA masing-masing Suku Dinas. Penambahan kegiatan tersebut didasarkan pada hasil pembahasan Komisi E DPRD DKI Jakarta.

Namun penambahan anggaran ini disebut tidak melalui mekanisme pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) antara DPRD dengan gubernur selaku eksekutif serta SKPD terkait. Permasalahan ini merupakan hasil temuan penyidikan BPK.

Dilaporkan dugaan penyimpangan pengadaan UPS berkisar senilai Rp 2,16 triliun yang ditemukan BPK dalam laporan keuangan Provinsi DKI Jakarta tahun 2014. Kerugian ini terdiri atas indikasi kerugian daerah senilai Rp 442,37 miliar, potensi kerugian daerah senilai Rp 1,71 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 3,23 miliar, administrasi senilai Rp 469,51 juta, dan pemborosan senilai Rp 3,04 miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement