Rabu 19 Aug 2015 00:15 WIB

Mega Akui Minta Jokowi Keluarkan Perppu Pilkada

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Joko Widodo (kedua kiri), Wapres Jusuf Kalla (kanan), Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (ketiga kiri) dan Menko PMK Puan Maharani (kiri) menghadiri acara pembukaan Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Bali, Kami
Foto: Antara/Andika Wahyu
Presiden Joko Widodo (kedua kiri), Wapres Jusuf Kalla (kanan), Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (ketiga kiri) dan Menko PMK Puan Maharani (kiri) menghadiri acara pembukaan Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Bali, Kami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri mengaku sudah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pilkada. Hal itu disampaikan Mega saat memberi pidato di seminar konstitusi MPR RI, Selasa (18/8).

Menurut Megawati, Perppu pilkada sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pasangan calon tunggal di pilkada serentak. Sebab, kondisinya, seperti tidak pernah dipikirkan adanya pemimpin daerah yang dicintai oleh rakyatnya.

Hal ini membuat tidak ada yang berani melawan pemimpin di daerah jika maju kembali di pilkada. Jadi, pemimpin yang dicintai rakyat ini juga bingung tidak dapat dipilih karena pilkada terancam ditunda. “Saya bilang ke Presiden (Jokowi), bikin Perppu,” kata Megawati di kompleks parlemen Senayan, Selasa (18/8).

Namun, imbuh Megawati, Jokowi tidak berani mengeluarkan Perppu Pilkada. Menurut Jokowi, diungkapkan Mega, kalau Presiden mengeluarkan Perppu, masih ada kemungkinan untuk ditolak oleh DPR. Ditolaknya DPR ini membuat tidak adanya payung hukum penyelenggaraan pilkada. Selain itu, kebijakan yang diambil ini akan jadi sangat memalukan.

Anak kedua Presiden Soekarno ini mengatakan, Jokowi minta agar persoalan pilkada ini ditunggu saja. Artinya, memang harus ada penundaan di beberapa daerah. Pemerintah sudah menyiapkan Pelaksana Tugas (PLT) untuk mengisi posisi kepala daerah yang pilkadanya ditunda.

“Alangkah senangnya jadi PLT selama dua tahun, menjabat sebagai kepala daerah tapi tidak bisa menandatangani kebijakan setrategis seperti penganggaran,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement