REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Istilah Islam Nusantara dinilai berpotensi menimbulkann distorsi. Sehingga memerlukan upaya pelurusan sebelum membentuk opini publik yang simpang siur.
Maka, salah satu tokoh intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Akhmad Sahal menyatakan perlu ada pelurusan pada istilah Islam Nusantara. Sebab, menurutnya, esensi Islam Nusantara adalah kontekstualisasi ajaran Islam dalam lingkup budaya Indonesia.
"Misal ini kaitan dengan Islam liberal. Hal tersebut tidaklah tepat," jelasnya dalam diskusi di Gedung DPR RI, Rabu (19/8).
Dia menyatakan dalam kaidah ushul fiqh ada dua prinsip dalam memandang Islam. Yakni, ketentuan tsawabit dan ketentuan mutaghayyirat. Tsawabit, sifatnya prinsip dan tidak bisa diubah. Sedangkan, mutaghayyirat sifatnya tidak tetap.
"Misal, kalau tsawabit terkait akidah dan ibadah. Hal itu tak bisa diubah," jelasnya. Sedangkan untuk mutaghayyirat, sifatnya seperti yang berhubungan dengan muamallah.
Dia menegaskan, Islam nusantara dalam konteks ini masuk dalam kategori mutaghayyirat. Sifatnya luwes dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Contohnya, jelas seperti Wali Songo yang melakukan dakwah dengan metode budaya.