REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW disangsikan bisa terealisasi oleh banyak pihak. Namun, lembaga survey yang berbasis di Malaysia, RAM Rating, justru melihat ada kepercayaan diri pemerintah soal keberlangsungan program ini yang bisa menarik investor.
Wakil Kepala Rating Infrastruktur dan Utilitas RAM Rating, Vannee Chong menyatakan, ketersediaan listrik merupakan salah satu infrastruktur kunci yang sangat mendesak untuk diperhatikan. "Reformasi peraturan yang baru-baru ini dilakukan oleh pemerintah dipandang sebagai langkah positif terhadap peningkatan kepercayaan investor dan peningkatan bankability sebuah proyek," katanya, di Jakarta, Rabu (19/8).
Pihaknya melihat ada beberapa yang memang menjadi penghalang bagi pemerintah untuk merealisasikan cita-cita itu. Dintaranya proses akuisisi lahan yang rumit, terutama di daerah terpencil. Kepemilikan lahan mayoritas masih tumpang tindih. Adapun halangan lainnya adalah proses birokrasi dan pendanaan yang rumit.
Meski begitu, Chong mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah mempersiapkan jalan keluar dari tantangan itu sejak lama. Itu ditunjukkan dengan kebijakan yang dikeluarkan soal Akuisisi Lahan pada tahun 2012, lalu.
Pemerintah juga telah mulai untuk melakukan restrukturasi tarif sejak 2013. Menurut Chong, bisa terlihat kenaikan tarif listrik dan pengurangan subsidi ini merupakan pengalihan untuk pembangunan infrastruktur. "Kami melihat pemerintah Indonesia sudah memiliki komitmen, tapi memang butuh waktu," tambahnya.
Dalam hal ini, Chong juga telah menghitung, pemerintah akan membutuhkan dana sebesar 132,2 miliar dolar AS agar bisa mewujudkan mega proyek ini selama 10 tahun ke depan. Di sini, target pemerintah dalam peningkatan infrastruktur listrik dinilai tak akan bisa jika dilakukan oleh pemerintah saja. Peran swasta di sini sangat penting. "Artinya proyek ini masih sangat membutuhkan investor," tuturnya.