Kamis 20 Aug 2015 19:35 WIB

Ketua MK: Pendapat Megawati tentang KPK Orisinal

Megawati Soekarno Putri menghadiri seminar konstitusi di MPR, Selasa (18/8).
Foto: MPR
Megawati Soekarno Putri menghadiri seminar konstitusi di MPR, Selasa (18/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Arief Hidayat, menilai pemikiran Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan saat Seminar Hari Konstitusi, dua hari lalu sebagai pemikiran orisinal dan benar.

"Jadi KPK dibentuk di zaman Bu Megawati jadi presiden, dengan komitmen lain memperkuat pembenahan di aparat hukum lainnya, yakni Kepolisian dan Kejaksaan. Nah, seiring polisi dan jaksa diperkuat, perilaku korupsi turun, lembaga ad hoc seperti KPK juga selesai. Ini pendapat orisinal," kata Arief saat menjadi keynote speaker diskusi bertema 'Mengkaji Pemikiran Kenegarawanan Presiden RI Kelima' di MPR RI, Kamis (20/8).

Arief menjelaskan, prinsip demikian juga dipraktikkan di negara lain yang memiliki lembaga antikorupsi ad hoc. Yakni di Hong Kong dan Singapura.

"Jadi bukan, selama RI berdiri, lembaga (KPK) itu berdiri. Tak seperti itu. Sayangnya pernyataan Ibu Megawati itu ditangkap secara lain. Maka kita harus dudukkan sesuai proporsinya. Karena sebenarnya pidato itu juga menyangkut lembaga lainnya selain KPK," kata Arief menambahkan.

Arief menilai, pada intinya, pidato Megawati berisi kegelisahan yang juga dirasakan banyak tokoh bangsa dan petinggi lembaga tata negara seperti dirinya sendiri.

Inti kegelisahan itu adalah dalam proses konsolidasi demokrasi dari era Orde Baru ke era saat ini, ternyata prinsip Indonesia yang diletakkan para Pendiri Negara (Founding Fathers) juga dilupakan.

"Di dalam pidato itu, Ibu Mega sebenarnya berusaha mengembalikan agar kita kembali ke pemikiran founding fathers. Baik aspek politiknya, hukum, ekonomi, sosial, institusional, kultur, maupun substansi pengaturannya," kata Arief.

Sementara itu, Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers, Muhammad Ridlo Eisy, menyatakan sudah menginvestigasi permasalahan terkait pemberitaan sebuah media massa soal pidato Megawati.

Dari hasil telaah Dewan Pers, diketahui ada beberapa inti pesan Megawati soal KPK dalam pidatonya. Pertama, Megawati menekankan bahwa KPK adalah lembaga ad hoc.

Lalu, kalau semua pejabat tidak korupsi, KPK tidak diperlukan lagi dan bisa dibubarkan. Serta, KPK bakal tetap berdiri selama masih banyak korupsi.

"Kejadian yang diberitakan itu bagaikan gajah yang kebetulan ada boroknya. Bagi yang suka dengan gajah itu maka yang diceritakan adalah gading gajah yang indah. Bagi yang tidak suka dengan gajah itu maka yang diceritakan adalah boroknya," ujar Ridlo.

Kata dia, dalam teori, hal demikian dikenal sebagai agenda setting. Yakni, merupakan patokan atau arahan redaksi kepada wartawan untuk melihat fakta, kejadian, dan kasus dalam masyarakat.

"Agenda setting bisa dipengaruhi oleh aliran politik, ataupun kebijakan ekonomi," katanya menjelaskan.

Lebih jauh, Ridlo menilai kasus itu mencerminkan adanya hal serius mengenai bagaimana media massa dalam melihat isu parsial semacam KPK, dengan isu lebih substansial terkait konstitusi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement