REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Tradisi tulis dalam penyusunan mushaf Alquran di Indonesia saat ini dinilai mulai melemah. Hanya segelintir yang melakukan penulisan mushaf Alquran secara manual atau tulisan tangan.
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Kementerian Agama Muchlis Hanafi menjelaskan, sejak mushaf Alquran standar Indonesia diresmikan pada tahun 1984, Kementerian Agama baru dua kali melakukan penulisan mushaf Alquran secara tulis tangan, yakni pada 1987 dan 2003.
"Tapi, ada juga penulisan yang diinisiasi oleh lembaga, yayasan, swasta, ataupun pemerintah daerah," tutur Muchlis kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Misalnya, ada mushaf Alquran Sundawi di Jawa Barat. Lalu, di Banten, ada mushaf Bantani yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Banten. Ada juga mushaf Jakarta yang inisiatornya adalah Pemerintah DKI Jakarta. Selain itu, juga ada mushaf Attin untuk keluarga mantan Presiden Soeharto.
"Ada mushaf Istiqlal, ini yang menginisiasi adalah Yayasan Festival Istiqlal," jelas dia.
Dalam kondisi demikianlah, pihaknya ingin terus menghidupkan tradisi tulis dalam mushaf Alquran. Sebab, jika tradisi tulis ini terus dijaga, bukan tidak mungkin bakal menjadi sejarah bagi generasi pada 50 sampai 100 tahun mendatang.
"Akan menjadi manuskrip dan ini akan dikaji mereka," kata dia.
Melalui Musyawarah Kerja Nasional Ulama Alquran 2015, telah diputuskan bahwa salah satu rekomendasi yang harus dilaksanakan LPMA, yaitu membuat Alquran versi cetak secara manual. Pengerjaan Alquran ini, ujar Muchlis, sudah dilakukan sejak 6 Mei lalu.
"Peresmian penulisannya dilakukan oleh Menteri Agama dan Quraish Sihab," tutur dia.
Alquran ini ditulis oleh seorang kaligrafer bernama Isep Misbah. Proses pengerjaan Alquran ini akan membutuhkan waktu cukup panjang, yakni sampai dua tahun.
"Karena kita hanya tugaskan kepada satu orang kaligrafer saja. Supaya konsistensi tulisan itu bisa terjaga," tambah Muchlis.
Dalam sehari, kaligrafer tersebut bisa menulis sampai tujuh jam. Pengerjaan Alquran versi cetak ini pun tetap dikawal oleh tim pentashih dari Kementerian Agama, untuk menjaganya dari beberapa kesalahan.
"Jangan sampai ketika ditulis itu ada kesalahannya, makanya ada tim yang mengawal ini," ujar dia.
Mushaf Alquran versi cetak ini, nantinya akan dijadikan sebagai acuan bagi penerbit-penerbit swasta yang lain. Sebab, selama ini, penerbit swasta itu banyak yang menggunakan master mushaf dari Arab Saudi.
"Tulisannya, khatnya, mereka pakai yang punya Madinah, tapi dimodifikasi agar sesuai dengan standar kita," tambah dia.
Menurut dia, jika demikian, tentu dari segi hak ciptanya saja akan menimbulkan masalah. Tak hanya hak cipta, tapi juga etika. "Karena mereka tidak izin ke sana, kemudian ketika mengubah rawan sekali terjadi kesalahan," lanjut dia.
Karena itu, diharapkan, melalui master mushaf Alquran yang sedang dalam proses pengerjaan ini, penerbit bisa menggunakannya sebagai acuan untuk dicetak lebih banyak.
"Silakan mereka cetak, gandakan, silakan pilih ini, masternya ada. Tulisan putra anak bangsa, kaligrafer kita tidak kalah dengan kaligrafer negara muslim lainnya," ujar dia.