REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan mengatakan, tanah negara yang menganggur dan terlantar boleh dimiliki warga. Dengan catatan, warga ini telah mendiami tanah tersebut selama 25 tahun.
Dia menjelaskan, definisi menganggur mesti dipahami secara hati-hati. Yakni, tanah negara yang dimaksud tidak dimanfaatkan pemerintah setempat dalam waktu lama, setidaknya 25 tahun. Selain itu, lokasinya antara lain bukan di daerah aliran sungai (DAS). Sehingga, konteks tata ruang kota tidak terciderai.
"Kalau dia tinggal di kawasan tanah negara. Kalau tinggal di kawasan sungai (DAS), menurut saya, itu jelas ada undang-undangnya. Bahwa dia (warga) tidak boleh mendirikan (bangunan) di bantaran sungai," ujar Menteri Ferry Mursyidan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/8).
Dia mencontohkan kejadian penggusuran Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, kemarin. Menurut kader Partai Nasional Demokrat ini, kejadian tersebut tidak bisa dipandang sebagai penggusuran atau soal hak kepemilikan tanah.
Menteri Ferry menekankan, keputusan Pemprov DKI Jakarta mesti dilihat dalam konteks tata ruang kota. Apalagi, Pemprov DKI sudah cukup akomodatif dengan menyediakan rumah susun sebagai relokasi bagi warga Kampung Pulo yang terdampak.
Kalaupun masih dipaksakan juga konteks hukum pertanahan, kata dia, masalah tak akan kunjung usai. Sebab, banyak warga Jakarta yang sudah lama menempati rumah ataupun tanah tanpa status hukum yang kuat. Dengan relokasi, semua pihak tak akan rugi. "Kan mereka tidak digusur. Mereka tidak diusir. Mereka tidak dirugikan. Mereka dipindahkan." simpul Menteri Ferry.