REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) sekaligus Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Luhut Binsar Panjaitan menampik rumor yang mengatakan pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN) dibantu oleh Agen Rahasia Amerika Serikat, CIA.
Luhut menyatakan itu di gedung Bina Graha, Kompleks Istana, Ahad (23/8), menanggapi adanya isu tidak benar bahwa Indonesia akan bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk membuat sistem keamanan siber, mengawasi arus komunikasi warga lewat sistem Big Data, demikian dikutip dalam laman KSP.
Sistem itu dirumorkan bakal mampu menyedot pembicaraan pribadi di aplikasi WhatsApp, BlackBerrry Messenger, dan program jejaring sosial lain. Luhut menegaskan, pembentukan badan siber untuk memperkuat sektor pertahanan dan bidang sektor strategis nonpertahanan. Penguatan teknologi siber dimaksudkan untuk memperkuat kedaulatan bangsa.
"Sistem cyber yang akan dibentuk bukan malah untuk memata-matai warga negara sendiri," kata Luhut.
Luhut mengatakan bakal menggandeng berbagai lembaga informasi pemerintah, semisal, Lembaga Sandi Negara, Deputi Cyber di berbagai kementerian lembaga, serta Kementerian Komunikasi dan informatika, bergabung.
"Juga pakar IT di Indonesia untuk turut mengabdi," ujar Luhut. Sehingga, gerak pemerintah di bidang teknologi informasi akan lebih padu dan seirama.
Luhut juga sadar bahwa masing-masing lembaga dan perusahaan pemerintah telah memiliki sistem pengamanan siber. Sistem itu bakal tetap berjalan di tiap lembaga, namun badan cyber yang terintegrasi ini tetap dibutuhkan untuk kepentingan yang lebih luas.
"Justru, pembangunan cyber sekuriti nasional ini dimaksudkan untuk menangkis serangan, khususnya dari luar yang bisa memperlemah bangsa," kata Luhut.
Menteri Komunikasi dan informatika Rudiantara mengatakan pembuatan sistem pertahanan dan keamanan cyber sudah mendesak.
Setiap hari, dari pengamatan Kementerian Pertahanan secara aktual, pertahanan siber Indonesia kerap diserang. Indonesia, kata dia, juga menjadi tempat transit masyarakat luar negeri yang melakukan transaksi ilegal. "Kita harus segera meresponnya dengan mengembangkan pertahanan cyber dalam negeri," kata Rudiantara.
Sebelumnya, masyarakat diramaikan dengan desas-desus bahwa KSP akan bekerja sama dengan lembaga intelijen Amerika, Central Intelligence Agency (CIA) untuk memantau percakapan masyarakat dalam aplikasi sosial dalam Big Data.
Padahal, Big Data sendiri adalah istilah umum untuk himpunan data dalam jumlah besar, rumit, dan tak terstruktur. Sehingga, sulit ditangani kalau hanya menggunakan manajemen basis data. "Jadi tidak nyambung dengan isu sedot data," kata Luhut.