REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mata uang rupiah terus merosot menembus Rp 14 ribu per satu dolar AS. Berbagai kalangan memprediksi rupiah sedang menuju ekuilibriumnya yang baru. Namun berapa besaran ekuibrium tersebut belum dapat diketahui secara pasti.
Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate memprediksi pelemahan rupiah masih akan terus berlanjut. “Untuk menahannya Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Keuangan harus melakukan koordinasi yang sangat terpadu untuk bisa menahan pelemahan rupiah agar tidak terus lanjut,” ujarnya saat dihubungi ROL, Senin (24/8).
Politikus Partai Nasdem tersebut mengatakan lanskap moneter dunia berubah begitu cepat. Yuan (mata uang Cina) baru saja mengalami devaluasi, diikuti dengan Dong (mata uang Vietnam), dan Tenge (mata uang Kazakhstan).
Pada saat yang sama, kebijakan Bank Sentral Amerika The Fed mengenai penaikan suku bunga belum jelas arahnya. “Mereka hanya menyampaikan ke pasar uang bahwa akan menaikkan suku bunga, tapi kapan kenaikan terjadi belum diketahui pasti,” ucap Johnny.
Ketidakpastian tersebut secara psikologis mengakibatkan pasar begitu terpengaruh. Pertumbuhan ekonomi AS yang terus membaik juga bedampak pada pemburuan terhadap dolar AS menjadi besar. “Ini semua berdampak terhadap ketahanan rupiah,” katanya.
Penguatan dolar AS tidak hanya terjadi pada mata uang Indonesia saja. Malaysia pun mengalami hal serup, bahkan menurut dia pelemahan mata uang Malaysia melebihi Indonesia.
Pelemahan rupiah saat ini sudah berada di tingkat yang hampir sama pada 2003. Untuk itu,kata Johnny, institusi keuangan seperti BI, OJK, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selalu mengadakan rapat koordinasi untuk menahan laju pelemahan rupiah.
“Tapi kelihatannya masih ada ketidakpastian di pasar uang global, demikian pula di dalam negeri sehingga pelemahan rupiah masih bisa berlanjut,” ucapnya.