Senin 24 Aug 2015 18:02 WIB

Jokowi: Jangan Kriminalisasikan Kebijakan

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Bilal Ramadhan
Jokowi
Foto: antara
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo menyoroti belanja modal pemerintah yang baru mencapai 20 persen dan tingginya dana daerah yang masih mengendap di bank sebesar Rp 273 triliun.

Presiden Jokowi menyinyalir, rendahnya penyerapan anggaran itu antara lain disebabkan masih banyak pejabat yang takut dikriminalisasi ketika menjalankan proyek pembangunan.

Kondisi ini kemudian diperparah dengan masih adanya kinerja birokrasi yang lamban. Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden menilai, perlu ada diskresi agar dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan. "Saya minta kepada semua aparat hukum agar jangan kriminalisasikan kebijakan," kata Jokowi di Istana Bogor, Senin (24/8).

Kendati demikian, Presiden menegaskan instruksi agar kebijakan tak dikriminalisasi itu bukan berarti pemerintah tak mendukung pemberantasan korupsi. Tapi, semata demi kelancaran program pembangunan pemerintah.

"Silakan pidanakan sekeras-kerasnya kalau terbukti mencuri atau menerima suap," kata Presiden ke-7 RI tersebut.

Berdasarkan catatan pemerintah, hingga saat ini cukup banyak pejabat yang dipidana karena kasus korupsi. Di antaranya delapan menteri,19 gubernur, dua gubernur Bank Indonesia, lima deputi gubernur BI, 40 anggota DPR, 150 anggota DPRD, dan sekitar 200 bupati/wali kota.

Presiden menyebut, jika diukur dari jumlah penyelenggara negara yang dipenjara, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tergolong sukses. Tetapi 'biaya' yang harus ditanggung juga besar, yaitu lambatnya pembangunan akibat aparat negara takut mengambil keputusan.

Presiden menyimpulkan, ketakutan mengambil keputusan itu  penyebabnya antara lain karena ketidakjelasan definisi korupsi, maraknya kriminalisasi kebijakan dan prosedur hukum yang kurang jelas dan tidak transparan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement