REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Provinsi Sulut Dr Joubert Maramis mengatakan kurs Rupiah yang semakin melemah hingga mencapai Rp 14 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) telah menjadi tanda bahaya bagi perekonomian di Indonesia.
"Kurs Rupiah yang mencapai Rp14.000 per dolar AS, sudah bahaya bagi perekonomian Indonesia karena perekonomian internasional, kita defisit pada transkasi barang dan modal," kata Joubert di Manado, Selasa (25/8).
Kalau demikian, katanya, maka akan picu inflasi yang tinggi. Sebab Indonesia mengimpor banyak bahan baku maupun barang jadi dari luar negeri baik barang konsumsi maupun modal. "Coba lihat kasus daging sapi, pengusaha importir akan berpikir rasional untuk menahan daging sapi atau menaikan harga daging sapi karena kurs tidak stabil," jelasnya.
Mereka takut jual karena beli kembali pasti lebih mahal karena kurs kita melemah. Kemudian efek dari harga tinggi daging sapi adalah naiknya daging subtitusi seperti ayam dan bahkan ikan.
"Saya melihat Indonesia saat ini berada pada kondisi siaga 1 seharusnya, karena kombinasi menurunnya perekonomian dunia, kurs yang melemah, daya serap anggaran yang rendah ditambah musim kemarau atau paceklik hampir di seluruh Indonesia akan membuat efek domino dari pasar uang (kurs) yang akan memperburuk pasar modal, pasar barang dan pasar tenaga kerja," jelas Joubert.
Kalau tidak diambil langkah tepat, katanya, maka perekonomian kita akan terpuruk dalam kurun waktu minimal enam bulan ke depan. Jika melemahnya kurs ini memicu signifikan inflasi maka tidak lama lagi Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga dan ini akan melemahkan sektor investasi.
"Suku bunga efektif kalau jangka pendek, dalam menekan inflasi namun akan sia-sia kalau biaya produksi yang meningkat,"katanya.
"Bagi saya solusi instan adalah merealisasikan proyek-proyek produktif dan padat karya untuk proyek APBN dan APBD sehingga menambah income masyarakat sehingga minimal bisa mengurangi dampak inflasi," katanya.
Kemudian beri insentif bagi pengusaha ekspor dan kontrol transaksi dolar di dalam negeri. Menurut dia, untuk menggerakan perekonomian saat ini adalah lewat pengeluaran pemerintah karena ketidakstabilan kurs membuat investor pikir dua kali guna berinvestasi.