REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Jayabaya, Lely Arianie, menilai Presiden Joko Widodo seharusnya tidak perlu mengeluarkan wacana kriminalisasi di hadapan kepala daerah. Menurut dia, apa yang diungkapkan presiden tersebut akan semakin membuat kepala daerah ketakutan.
"Presiden tidak perlu mengeluarkan wacana kenapa penyerapan anggaran itu tidak besar oleh kepala daerah kemudian dikaitkan dengan isu kriminaliasi oleh penegakan hukum," katanya saat dihubungi ROL, Selasa (25/8).
Menurut dia, kepala daerah akan ketakutan dalam mengelola anggaran di daerahnya. Padahal, kepala daerah itu sendiri dapat mencontoh Jokowi semasa dirinya menjabat sebagai kepala daerah. "Jadi tidak perlu ditakutkan selama kepala daerah itu bertindak, berkata, dan menggunakan anggaran dengan benar," ujarnya.
Lely menuturkan, jika ada ketakutan dalam mengelola anggaran, kepala daerah dapat berkonsultasi dengan BPK ataupun kejaksaan mengenai anggaran yang berpotensi menjadi korupsi. Seharusnya, presiden tidak perlu memunculkan anggapan kurang diserapnya anggaran lantaran kepala daerah ketakutan programnya diskriminasi penegak hukum.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyoroti belanja modal pemerintah yang baru mencapai 20 persen dan tingginya dana daerah yang masih mengendap di bank sebesar Rp 273 triliun. Jokowi menyinyalir, rendahnya penyerapan anggaran akibat masih banyak pejabat yang takut dikriminalisasi ketika menjalankan proyek pembangunan.
Kondisi ini kemudian diperparah dengan masih adanya kinerja birokrasi yang lamban. Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden menilai, perlu ada diskresi agar dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan. "Saya minta kepada semua aparat hukum agar jangan kriminalisasikan kebijakan," kata Jokowi di Istana Bogor, Senin (24/8).