REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Para pemimpin Barat tidak akan menghadiri parade militer di Cina pekan depan untuk memperingati berakhirnya Perang Dunia II. Hal ini juga membiarkan Presiden Xi Jinping disertai para pemimpin dari Rusia, Sudan, Venezuela dan Korea Utara dalam acara paling prestisiusnya pada 2015 itu.
Lebih 10.000 prajurit - sebagian besar dari Cina dan sisanya dari Rusia, Mongolia dan dari beberapa negara lain -- akan berparade melalui Beijing tengah Rabu depan. Parade ini akan menjadi puncak acara yang menandai 70 tahun sejak berakhirnya PD II.
Para pejabat Amerika Serikat dan Eropa telah berulang-ulang menyatakan kecemasan bahwa unjuk kekuatan militer itu dapat mengirim sinyal salah dalam suatu kawasan yang sudah tegang terhadap perselisihan-perselisihan teritorialnya.
Kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin yang telah diantisipasi juga menangguhkan kunjungan banyak pemimpin Barat, kata sejumlah diplomat kepada kantor berita Reuters. Berdiri dekat Presiden Xi dan Putin dalam upacara di Alun-alun Tiananmen, di bagian tengah Beijing, antara lain para pemimpin dari negara-negara yang umumnya memiliki hubungan politik dekat dengan Cina, termasuk Presiden Sudan Omar a-Bashir dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Sekretaris Komite Sentral Partai Pekerja Korea Utara Choe Ryong Hae akan hadir. Choe adalah tokoh yang dekat dengan pemimpin Korut Kim Jong Un. Tank-tank bergerak melintasi Beijing dan pesawat-pesawat tempur terbang di ruang udara di atas kota itu pada latihan terakhir akhir pakan.
"Ini hanya dapat mengirim pesan yang mengkhawatirkan kepada tetangga-tetangga Cina," ujar seorang diplomat senior dari Barat. Dia tak mau disebutkan jatidirinya.
Pemimpin paling senior dari Barat yang akan hadir ialah Presiden Ceko Milos Zeman, kata Wakil Presiden Cina, Zhang Ming dalam jumpa pers yang disiarkan langsung melalui media televisi.
"Terserah kepada tiap negara untuk memutuskan siapa yang mereka ingin utus. Di Cina kami katakan mereka yang datang semua adalah tamu. Kami menyambut baik mereka," kata Zhang.