REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG - Pemerintah diminta membebaskan bea masuk alat-alat kesehatan di tengah kian melemahnya nilai tukar rupiah yang saat ini sudah menembus Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat. Jika tidak, masyarakat akan semakin terbebani dengan mahalnya biaya perawatan rumah sakit.
Direktur Utama Rumah Sakit Charitas Palembang Hardi Darmawan mengatakan, salah satu tingginya biaya rumah sakit di Indonesia karena pemerintah belum membebaskan bea masuk alat kesehatan dan obat-obatan. Padahal, Indonesia belum bisa memproduksi sendiri alat-alat kesehatan, terutama alat kesehatan yang sifatnya harus ditancapkan ke dalam tubuh.
"Pembebasan bea masuk sangat diperlukan. Karena alat-alat kesehatan sangat bergantung dengan impor," kata Hardi saat menerima kunjungan PT Jasa Raharja (Persero) beserta awak media di RS Charitas, Rabu (26/8).
Hardi mengungkapkan, beberapa negara sudah memberlakukan pembebasan bea masuk alat kesehatan. Salah satunya adalah Malaysia. Karena itu, kata dia, tidak heran apabila biaya perawatan di Malaysia lebih murah ketimbang di Indonesia.
"Di Malaysia itu harga perawatan rumah sakit separuh lebih murah dibanding di Indonesia. Makanya, banyak orang-orang kita yang berobat kesana," ujar dia.
Hardi mengatakan, Malaysia dapat lebih murah membeli alat kesehatan karena memang tidak ada bea masuk. Salah satu contohnya alat kesehatan berupa endoscopy. Di Indonesia, harga endoscopy bisa mencapai Rp 400 juta. Sedangkan di Malaysia Rp 200 juta. "Obat-obatan di kita ini juga paling termahal di dunia," ucap dia.