REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq memandang perlu sinergi antarlembaga dalam menghadapi kelompok radikal seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), terutama untuk mencegah penyebaran pengaruh ajaran mereka di tengah masyarakat.
"ISIS adalah gerakan teroris sehingga upaya pencegahannya harus all out melibatkan seluruh pihak terkait," kata Maman di Jakarta, Kamis (27/8).
Dari sisi pemerintah, kata dia, institusi yang harus terlibat antara lain Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Badan Intelijen Negara (BIN).
Dari sisi masyarakat, lanjutnya, dibutuhkan peran serta organisasi kemasyarakatan (ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"Saya berharap BNPT dan BIN beserta seluruh pemangku kepentingan lainnya bisa mencegah dan tidak membiarkan ISIS masuk ke Indonesia dengan memanfaatkan Islam, pengangguran, mahasiswa, dan juga mantan-mantan aparat yang desertir," kata dia.
Khusus untuk membentengi mahasiswa dari pengaruh kelompok radikal, Maman memandang perlu kampanye dan sosialisasi di kampus-kampus. Politikus PKB itu mengatakan, ada kecenderungan kelompok radikal kini menyasar kalangan mahasiswa sebagai sasaran propaganda, baik secara langsung maupun melalui media dunia maya.
"Kalangan terpelajar atau mahasiswa memang rentan dengan propaganda ISIS karena mereka aktif menggunakan internet," kata dia.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Prof Ahmad Satori Ismail sepakat bahwa perguruan tinggi harus membentengi diri terhadap kelompok radikal.
"Lingkungan kampus adalah tempat mencetak para akademisi yang nantinya akan meneruskan cita-cita perjuangan banga Indonesia," kata dia.
Ia mengajak seluruh civitas akademika untuk melakukan penguatan daya tangkal terhadap propaganda ISIS yang berusaha menggoyang pikiran mahasiswa dengan tujuan mengganti ideologi negara.