REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berjualan dengan sistem Multi Level Marketing (MLM) punya tawaran menggiurkan. Tapi, apa hukumnya MLM dalam ajaran Islam.
Dr Husain Syahrani dalam disertasi doktoralnya di Universitas Islam Al-Imam Ibnu Suud Arab Saudi berjudul Al-Taswiq al-Tijari wa Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami mengkaji betul bagaimana tinjauan MLM dari ranah syariatnya. (Baca: Alasan Mengapa MLM Haram)
Dr Husain Syahrani menyoroti anggota MLM yang hanya fokus mencari konsumen/downline baru, bukan untuk membeli produk sebagai kebutuhannya. Belum lagi beberapa persyaratan yang diterapkan perusahaan MLM yang mengandung unsur penipuan, kecurangan, dan kezaliman kepada anggotanya dalam memasarkan produk.
Disamping itu, sebut Dr Husain Syahrani, perusahaan MLM bisa masuk pada kategori maisir (judi). Misalnya, anggota MLM (upline) menjanjikan bonus yang sangat besar kepada calon pembeli. Pada kenyataannya mereka hanya mendapatkan bonus 6% saja dari seluruh anggota.
Ini masuk dalam kategori spekulasi tingkat tinggi (judi). Dengan janji tersebut pembeli bersedia membeli produk yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan harga sebenarnya.
Pendapat yang lebih masyhur dan terkenal adalah pendapat mayoritas ulama kontemporer. Mereka tidak membolehkan praktik MLM. Pendapat ini dikeluarkan lajnah Fatwa Arab Saudi, Lajnah Fiqih Islam Sudan, dan Lajnah Pusat Kajian dan Penelitian al-Imam al-Albani Yordania.
Direktur Pengembangan Keuangan Islam di Islamic Development Bank Jeddah, Dr Sami al-Suwailim mengatakan, sebenarnya sistem yang dipakai MLM berasal dari Scheme/Letter Chain (pengiriman uang secara berantai) yang berasal dari Amerika.
Mantan anggota Dewan Syariah Bank Al-Rajhi Riyadh ini mengatakan, sistem ini pernah dilarang karena mengandung unsur penipuan. Namun pintarnya, penggagas sistem ini mengembangkannya dalam bentuk barang/produk agar mendapat legalitas dari pemerintah Amerika. Ironis memang, negara yang menganut sistem liberal ternyata melarang praktek ini. (hanan putra)